Selasa, 28 Mei 2013

BAB 6 ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Anggaran Pendapatan Belanja Negara


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
Tahapan penyusunan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban APBN
Penyusunan APBN
Pemerintah mengajukan Rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang APBN kepada DPR. Setelah melalui pembahasan, DPR menetapkan Undang-Undang tentang APBN selambat-lambatnya 2 bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.
Pelaksanaan APBN
Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
Berdasarkan perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR.Perubahan APBN dilakukan paling lambat akhir Maret, setelah pembahasan dengan Badan anggaran DPR.
Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya.
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN
Selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan Keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Struktur APBN
Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Belanja Negara
Belanja terdiri atas dua jenis:
  1. Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana), dan Belanja Lainnya.
  2. Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:
    1. Dana Bagi Hasil
    2. Dana Alokasi Umum
    3. Dana Alokasi Khusus
    4. Dana Otonomi Khusus
 Pembiayaan
Pembiayaan meliputi:
  1. Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat Utang Negara, serta penyertaan modal negara.
  2. Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:
    1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek
    2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.
Asumsi APBN
Dalam penyusunan APBN, pemerintah menggunakan 7 indikator perekonomian makro, yaitu:
  1. Produk Domestik Bruto (PDB) dalam rupiah
  2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (%)
  3. Inflasi (%)
  4. Nilai tukar rupiah per USD
  5. Suku bunga SBI 3 bulan (%)
  6. Harga minyak indonesia (USD/barel)
  7. Produksi minyak Indonesia (barel/hari)
Fungsi APBN
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
  • Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
  • Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.
  • Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
  • Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.
  • Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
  • Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Prinsip penyusunan APBN
Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
  • Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
  • Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
  • Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.
Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:
  • Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
  • Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
  • Semaksimah mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.


Azas penyusunan APBN
APBN disusun dengan berdasarkan azas-azas:
  • Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri.
  • Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.
  • Penajaman prioritas pembangunan
  • Menitik beratkan pada azas-azas dan undang-undang Negara

Cara Menghitung APBN
·         PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 65/PMK.02/2008
·         TENTANG
·         TATA CARA PERHITUNGAN, PENYEDIAAN PENCAIRAN DAN
PERTANGGUNGIAWABAN DANA APBN YANG KEGIATANNYA
DILAKSANAKAN OLEH PT TASPEN (PERSERO)
·         MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
·         Menimbang :
·         a. bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2007 tentang Rincian
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2008, telah dialokasikan dana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pembayaran penyelenggaraan Program Pensiun Pegawai
Negeri Sipil (PNS) yang kegiatannya dilaksanakan oleh PT Taspen (Persero);
b. bahwa dalam rangka penggunaan dana APBN untuk pembayaran penyelenggaraan Program Pensiun
PNS sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas, dipandang perlu mengatur nrengenai tata cara
perhitungan, penyediaan pencairan dan pertanggungjawaban dana APBN dimaksud;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Perhitungan, Penyediaan, Pencairan dan
Pertanggungjawaban Dana APBN yang Kegiatannya dilaksanakan'oleh PT Taspen (Persero);
·         Mengingat :
·         1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai Dan Pensiun Janda/Duda Pegawai
(Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 42,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2906);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004tenhang Perbendaharaarr Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
5. Undang-Undang Nomor 45 Tahun2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2008 (Lemlraran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 133 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4778);
6. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4212) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor
72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran
Negara Repulrlik Indonesia Nomor 4418);
7. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
8. Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2007 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun
Anggaran 2008;
9. Keputnsan Menteri Keuangan Nomor 478/KMK.06/2002 tentang Persyaratan Dan Besar Manfaat
Tabungan Hari Tua Bagi Pegawai Negeri Sipil;
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.02/2005 tentang Pengelolaan Bagian Anggaran Pembiayaan
dan Perhitungan;
11. Peraturan Menteri Keuangatr Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
12. peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Keuangan sebagaimana telah diuban dengal Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.01/2007;
13. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 46/KMK.01/2007 tentang Pelimpahan Wewenang kepada Pejabat
di Lingkungan Departemen Keuangan untuk dan atas nama Menteri Keuangan Menetapkan Keputusan
Menteri Keuangan tentang Penunjukan Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang, Pejabat yang
Bertugas Melakukan Pemungutan Penerimaan Negara, Pejabat yang Melakukan Tindakan yang
Mengakibatkan Pengeluaran Anggaran Belanja, Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran
di tingkungan Departemen Keuangan;
14. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.05/2007 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan
Rencarra Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) dan Penyusunan, Penelaahan,
Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2008;
·         Memperhatikan :
·         1. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 842.1-841 tentang Penugasan Perusahaan Perseroan (Persero)
Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri untuk Menyelenggarakan Pembayaran Pensiun Pegawai
Negeri Sipil Daerah di Propinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur;
2. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 842.1-755 tentang Penugasan Perusahaan Perseroan (Persero)
Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri untuk Menyelenggarakan Pembayaran Pensiun Pegawai
Negeri Sipil Daerah di Propinsi Daerah Tingkat I Seluruh Pulau Jawa;
3. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 842.1-099 tentang Penugasan Perusahaan Perseroan (Persero)
Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri untuk Menyelenggarakan Pembayaran Pensiun Pegawai
Negeri Sipil Daerah di Propinsi di Propinsi Dati I Seluruh Kalimantan, Seluruh Sulawesi, Maluku, Irian
Jaya dan Timor Timur;
·         MEMUTUSKAN :
·         Menetapkan :
·         PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PERHITUNGAN, PENYEDIAAN, PENCAIRAN DAN
PERTANGGUNGJAWABAN DANA APBN YANG KEGIATANNYA DILAKSANAKAN OLEH PT TASPEN (PERSERO).
·         Pasal 1
·         Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Dana APBN yang kegiatannya dilaksanakan oleh PT Taspen (Persero) adalah Belanja Pensiuo Unfunded
Liability Tabungan Hari Tua, Cadangan Perubahan Sharing dan Biaya Cetak Dapem.
2. Belanja Pensiun adalah pos belanja yang dialokasikan untuk membayar pensiun PNS Pusat (termasuk
Eks PNS Pegadaian dan eks Pegawai Negeri Sipil Departemen Perhubungan pada PT KAI), Pejabat
Negara, Hakim, PNS Daerah, Anggota TNI/POLRI Lama, Tunjangan Veteran, Tunjangan PKRI/KNIP,
pensiun ke-13, dan Dana Kehormatan Veteran yang pengelolaannya melalui PT Taspen (Persero).
3. Unfunded Liability Tabungan Hari Tua adalah pos helanja yang dialokasikan untuk memenuhi kewaiiban
Pemerintah dalam rangka penyesuaian perhitungan besarnya manfaat Tabungan Hari Tua (THT) PNS
dan Hakim,
4. Cadangan Perubahan Sharing adalah pos belanja yang dialokasikan untuk memenuhi kekurangan
belanja pensiun sehubungan dengan adanya perubahan komposisi sharing pembayaran pensiun antara
beban PT Taspen (Persero) dan beban APBN.
5. Biaya Cetak Dapem adalah pos belanja yang dialokasikan untuk membayar penggantian biaya
pembuatan aplikasi, pencetakan, pengiriman Dapem dan biaya lainnya sehubungan dengan
pelaksanaan pembayaran pensiun ke-13 oleh PT Taspen (Persero).
·         Pasal 2
·         (1) PT Taspen (Persero) mengaiukan kebutuhan dana pembayaran Belanja Pensiun, Unfunded Liability
Tabungan Hari Tua, Cadangan Perubahan Sharing dan Biaya Cetak Dapem setiap tahun kepada Menteri
Keuangan.
(2) Berdasarkan pengajuan kebutuhan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan cq.
Direktorat Jenderal Anggaran melakukan perhitungan terhadap kebutuhan dana tersebut.
(3) Hasil perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara yang
ditandatangani oleh wakil-wakil dari Departemen Keuangan cq. Direktorat Jenderal Anggaran Direktorat
Jenderal Perbendaharaan, dan PT Taspen (Persero).
(4) Hasil perhitungan sesuai Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meniadi acuan untuk
mengusulkan alokasi dana pos Belanja Pensiun, Unfunded Liability Tabungan Hari Tua, Cadangan
Perubahan sharing dan Biaya Cetak Dapem dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.
(5) Dalam rangka perhitungan pengalokasian dana pembayaran Belanja Pensiun, Unfunded Liability
Tabungan Hari Tua, Cadangan Perubahan Sharing dan Biaya Cetak Dapem tahun anggaran berikutnya,
Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran melakukan monitoring dan evaluasi atas realisasi
anggaran.
·         Pasal 3
·         (1) Alokasi dana pos Belanja Pensiun, Unfunded Liability Tabungan Hari Tua, Cadangan Perubahan Sharing
dan Biaya Cetak Dapem ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada tahun
berkenaan.
(2) Berdasarkan alokasi dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur ]enderal Anggaran
memberitahukan pagu alokasi dana diimaksud kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa
Pengguna Anggaran dan kepada PT Taspen (Persero).
·         Pasal 4
·         (1) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana diimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Direktur Jenderal
Perbendaharaan mengajukan permintaan penyediaan dana untuk pos Belanja Pensiun, Cadangan
Perubahan Sharing, Unfunded Liability Tabungan Hari Tua dan Biaya Cetak Dapem kepada Direktur
Jenderal Anggaran berdasarkan usulan dari PT Taspen (Persero).
(2) Pengajuan penyediaan dana untuk Pos Belanja Pensiun dan Unfunded Liabitity Tabungan Hari Tua dapat
dilakukan pada bulan Desember sebelum tahun anggaran berjalan.
(3) Pengajuan penyediaan dana untuk Pos Cadangan Perubahan Sharing didasarkan atas evaluasi terhadap
Penyerapan dana Belanja Pensiun sampai dengan triwulan III, termasuk pembayaran pensiun ke-13,
dan perkiraan penyerapan dana hingga akhir bulan Desember tahun anggaran berjalan.
(4) Pengajuan penyediaan dana untuk Biaya Cetak Dapem dihitung berdasarkan penilaian atas biaya
penyelenggaraan pembayaran pensiun ke-13.
(5) Berdasarkan permintaan penyediaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal
Anggaran cq. Direktorat Anggaran III bersama dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan cq.
Direktorat Pengelolaan Kas Negara dan PT Taspen (Persero) melaksanakan penelaahan atas rencana
penggunaan alokasi dana untuk kebutuhan Belanja Pensiun, Cadangan Perubahan Sharing, Unfunded
Liability Tabungan Hari Tua dan Biaya Cetak Dapem.
(6) Hasil Penelaahan atas rencana penggunaan alokasi dana sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dituangkan dalam Berita Acara Penelaahan Belanja Pensiun, Cadangan Perubahan Sharing, Unfunded
Liability Tabungan Hari Tua dan Biaya Cetak Dapem dan ditandatangani oleh wakil-wakil dari Direktorat
Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan PT Taspen (Persero).
(7) Berdasarkan permintaan penyediaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Berita Acara
Hasil Penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat
Penetapan Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SP-SAPSK) untuk keperluan Belanja Pensiun, Cadangan
Perubahan Sharing, Unfunded Liability Tabungan Hari Tua dan Biaya Cetak Dapem.
(8) SP-SAPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menjadi dasar bagi Direktur Jenderal Perbendaharaan
untuk menerbitkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
·         Pasal 5
·         Berdasarkan alokasi dana pos Belanja Pensiun, Cadangan Perubahan Sharing, Unfunded Liability Tabungan Hari
Tua dan Biaya Cetak Dapem yang kegiatannya dilaksanakan oleh PT Taspen (Persero) dan surat pemberitahuan
Direktur Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Direktur Jenderal Perbendaharaan atas
nama Menteri Keuangan menetapkan:
a. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA);
b. Pejabat yang bertugas melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja yang
selanjuhtya disebut Pejabat Pembuat Komitmen (PPK);
c. Pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah bayar, yang selanjutnya disebut Pejabat
Penerbit SPM;
d. Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dan pelaporan dalam rangka
pelaksanaan anggaran belanja.
·         Pasal 6
·         (1) PT Taspen (Persero) menyampaikan surat tagihan sesuai dengankebutuhan masing-masing pos belanja
dari jumlah dana yang disediakan dalam DIPA kepada KPA cq. PPK dengan dilampiri:
a. Kwitansi/ tanda terima senilai tagihan; dan
b. Surat Pernyataan Tanggungjawab Mutlak.
yang ditandatangani oleh pejabat PT Taspen (Persero).
(2) Khusus untuk pos Belanja Pensiun, surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri
persetujuan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
·         Pasal 7
·         (1) Berdasarkan surat tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, PPK menerbitkan dan menvampaikan
Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) kepada Peiabat Penerbiit SPM dengan dilampiri:
a. Surat Pernyataan Tanggungjawab Belanja dari PPK; dan
b. Kwitansi yang telah disetujui oleh PPK.
(2) Dalam hal PPK berhalangan, KPA dapat melaksanakan tugas-tugas PPK.
·         Pasal 8
·         Berdasarkan SPP-LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pejabat Penerbit SPM menerbitkan dan
menyampaikan SPM-LS kepada KPPN pencair dana DIPA dengan dilampiri:
a. Surat Pernyatan Tanggungjawab Belanja dari PPK; dan
b. Kwitansi yang telah disetujui oleh PPK.
·         Pasal 9
·         Berdasarkan SPM-LS setragaimana dimaksud dalam Pasal 8, KPPN pencair dana DIPA menerbitkan SP2D untuk
untung PT Taspen (Persero) pada rekening bank yang ditunjuk.
·         Pasal 10
·         (1) PT Taspen (Persero) bertanggungjawab sepenuhnya atas penggunaan dana pos belanja yang
diiterimanya.
(2) Penggunaan dana pos belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh auditor sesuai
ketentuan yang berlaku.
(3) KPA bertanggungjawab terhadap penyaluran dana dari kas negara kepada PT Taspen (Persero).
(4) Tata cara pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada ketentuan yang
berlaku.
·         Pasal 11
·         Untuk keperluan perencanaan anggaran, PT Taspen (Persero) menyusun laporan realisasi penyerapan dana
yang terinci sesuai jenis penerima pensiun, meliputi Pensiun Pejabat Negara, Pensiun Pegawai Negeri Sipil,
Pensiun Anggota TNI/Polri Lama dan menyampaikannya kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur
Jenderal perbendaharaan.
·         Pasal 12
·         Ketentuan lebih lanjut dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur oleh Direktur Jenderal
Anggaran dan Direktur Jenderal Perbendaharaan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan
kewenangannya.
·         Pasal 13
·         Dalam hal pos Belanja Pensiun, Unfunded Liablity Tabungan Hari Tua, Cadangan Perubahan Sharing, dan Biaya
Cetak Dapem masih dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Peraturan Menteri
Keuangan ini masih berlaku sampai dengan ditetapkannya pengganti Peraturan Menteri Keuangan ini.
·         Pasal 14
·         Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
·         Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Sumber penerimaan Negara (APBN) berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan Negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri maupun luar negeri.

BAB 5 STRUKTUR PRODUKSI, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

1.       Struktur Produksi

Struktur produksi adalah logika proses produksi, yang menyatakan hubungan antara beberapa   pekerjaan pembuatan komponen sampai menjadi produk akhir, yang biasanya ditunjukkan dengan menggunakan skema. Struktur produksi nasional dapat dilihat menurut lapangan usaha dan hasil produksi kegiatan ekonomi nasional. Berdasarkan lapangan usaha struktur produksi nasional terdiri dari sebelas lapangan usaha dan berdasarkan hasil produksi nasional terdiri dari 3 sektor, yakni sektor primer, sekunder, dan tersier.
Sejalan dengan perkembangan pembangunan ekonomi struktur produksi suatu perekonomian cenderung mengalami perubahan dari dominasi sektor primer menuju dominasi sektor sekunder dan tersier. Perubahan struktur produksi dapat terjadi karena :
  • Sifat manusia dalam perilaku konsumsinya yang cenderung berubah dari konsumsi barang barang pertanian menuju konsumsi lebih banyak barang-barang industri
  • Perubahan teknologi yang terus-menerus, dan
  • Semakin meningkatnya keuntungan komparatif dalam memproduksi barang-barang industri.
Struktur produksi nasional pada awal tahun pembangunan jangka panjang ditandai oleh peranan sektor primer, tersier, dan industri. Sejalan dengan semakin meningkatnya proses pembangunan ekonomi maka pada akhir Pelita V atau kedua, struktur produksi nasional telah bergeser dari dominasi sektor primer menuju sektor sekunder.

2.       Pendapatan Nasional

a.       Pengertian Dari Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.
b.      Cara Perhitungan Pendapatan Nasional dengan Pendekatan Produksi (GDP)
GDP (Gross Domestic Product) atau Produksi Domestik Bruto adalah pendapatan nasional yang nilainya dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh kegiatan produksi yang dilakukan oleh semua pelaku/sektor ekonomi di wilayah Indonesia, dalam kurun waktu tertentu.
c.       Cara Perhitungan Pendapatan Nasional dengan Pendekatan Pengeluaran (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.
d.      Cara Perhitungan Pendapatan Nasional dengan Pendekatan Pendapatan (NI)
NI (National Income) adalah pendapatan nasional yang nilainya didapat dengan cara menjumlahkan semua hasil atau pendapatan yang diperolehsemua pelaku atau sektor ekonomi di Indonesia dalam kurun waktu tertentu.
Rumus :        NI = GNP – Depresiasi – Pajak tidak langsung
NI = GDP – Depresiasi – Pajak tidak langsung
e.      Pendapatan Naional Yang Dapat Dibelanjakan (Y Disposible)
Yang dimaksud dengan pendapatan nasional (Y) disposible adalah pendapatan nasional yang telah siap untuk dibelanjakan. Nilai Y disposible ini berasal dari NI (National Income) setelah ditambah dengan pengeluaran pemerintah berupa transfer atau subsidi dan kemudian dikurangi dengan pajak langsung yang ditetapkan pemerintah. Jika ditulis dalam rumus, nilainya diperoleh dari :
Y disposible = NI + Tr –Tx langsung, dimana
        Tr = Goverment Transfer, subsidi pemerintah
        Tx= Pajak Langsung
f.        Pendapatan Nasional per Kapita
Pendapatan Nasional Per Kapita yaitu Pendapatan Nasional dibagi dengan (GNP atau GDP) dengan jumlah penduduk di suatu negara.


3.       Distribusi Pendapatan Nasional dan Kemiskinan

a.       Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Indonesia
Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut akan semakin memperparah keadaan, dan tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi negatif terhadap kondisi sosial dan politik.
Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya.
Negara maju menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah menjadi permasalahan bagi dunia internasional.
Berbagai upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh dunia internasional, baik berupa bantuan maupun pinjaman pada dasarnya merupakan upaya sistematis untuk memperkecil kesenjangan pendapatan dan tingkat kemiskinan yang terjadi di negara-negara miskin dan sedang berkembang. Beberapa lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia serta lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya berperan dalam hal ini. Kesalahan pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan bantuan dan/ atau pinjaman tersebut, justru dapat berdampak buruk bagi struktur sosial dan perekonomian negara bersangkutan.
Perbedaan pendapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi terutama kepemilikan barang modal (capital stock). Pihak (kelompok masyarakat) yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula. Menurut teori neoklasik, perbedaan pendapatan dapat dikurangi melalui proses penyesuaian otomatis, yaitu melalui proses “penetasan” hasil pembangunan ke bawah (trickle down) dan kemudian menyebar sehingga menimbulkan keseimbangan baru. Apabila proses otomatis tersebut masih belum mampu menurunkan tingkat perbedaan pendapatan yang sangat timpang, maka dapat dilakukan melalui sistem perpajakan dan subsidi.
Penetapan pajak pendapatan/penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi. Sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah, asalkan tidak salah sasaran dalam pengalokasiannya. Pajak yang telah dipungut apalagi menggunakan sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi prosentase tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan. Dari sinilah terjadi proses redistribusi pendapatan yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan.
Tingginya Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara belum tentu mencerminkan meratanya terhadap distribusi pendapatan. Kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat tidak selalu merata, bahkan kecendrungan yang terjadi justru sebaliknya. Distribusi pendapatan yang tidak merata akan mengakibatkan terjadinya disparitas. Semakin besar perbedaan pembagian “kue” pembangunan, semakin besar pula disparitas distribusi pendapatan yang terjadi. Indonesia yang tergolong dalam negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari permasalahan ini.
b.      Analisis Distribusi Pendapatan
(1.)  Distribusi Ukuran (personal distribution of income)
Distribusi pendapatan perseorangan (personal distribution of income) atau distribusi ukuran pendapatan (size distribution of income) merupakan indikator yang paling sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga.
Yang diperhatikan di sini adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima seseorang, tidak peduli dari mana sumbernya, entah itu bunga simpanan atau tabungan, laba usaha, utang, hadiah ataupun warisan.
Lokasi sumber penghasilan (desa atau kota) maupun sektor atau bidang kegiatan yang menjadi sumber penghasilan (pertanian, industri, perdagangan, dan jasa) juga diabaikan.
(2.)  Kurva Lorenz
Sumbu horisontal menyatakan jumlah penerimaan pendapatan dalam persentase kumulatif. Misalnya, pada titik 20 kita mendapati populasi atau kelompok terendah (penduduk yang paling miskin) yang jumlahnya meliputi 20 persen dari jumlah total penduduk. Pada titik 60 terdapat 60 persen kelompok bawah, demikian seterusnya sampai pada sumbu yang paling ujung yang meliputi 100 persen atau seluruh populasi atau jumlah penduduk.
Sumbu vertikal menyatakan bagian dari total pendapatan yang diterima oleh masing-masing persentase jumlah (kelompok) penduduk tersebut. Sumbu tersebut juga berakhir pada titik 100 persen, sehingga kedua sumbu (vertikal dan horisontal) sama panjangnya.
Setiap titik yang terdapat pada garis diagonal melambangkan persentase jumlah penerimanya (persentase penduduk yang menerima pendapatan itu terdapat total penduduk atau populasi). Sebagai contoh, titik tengah garis diagonal melambangkan 50 persen pendapatan yang tepat didistribusikan untuk 50 persen dari jumlah penduduk.
Titik yang terletak pada posisi tiga perempat garis diagonal melambangkan 75 persen pendapatan nasional yang didistribusikan kepada 75 persen dari jumlah penduduk.
Garis diagonal merupakan garis “pemerataan sempurna” (perfect equality) dalam distribusi ukuran pendapatan.
(3.)  Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan
Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.
(4.)  Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan Agregat
Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.
Koefisien Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan (pendapatan/ kesejahteraan) agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna).
Angka ketimpangan untuk negara-negara yang ketimpangan pendapatan di kalangan penduduknya dikenal tajam berkisar antara 0,50 hingga 0,70.
Untuk negara-negara yang distribusi pendapatannya dikenal relatif paling baik (paling merata), berkisar antara 0,20 sampai 0,35.
c.       Pertumbuhan dan Pemerataan dalam Konteks Pembangunan Ekonomi Indonesia Selama Ini
Simon Kuznets (1955) membuat hipotesis adanya kurva U terbalik (inverted U curve) bahwa mula-mula ketika pembangunan dimulai, distribusi pendapatan akan makin tidak merata, namun setelah mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu, distribusi pendapatan