Jumat, 26 September 2014

Artikel Contoh Penalaran Induktif (Hipotesa dan Teori)

Hukum Rokok Dalam Islam

Tembakau yang merupakan bahan baku rokok telah dikenal oleh umat Islam pada akhir abad ke-10 Hijriyah, yang dibawa oleh para pedagang Spanyol. Semenjak itulah kaum muslimin mulai mengenal rokok. Sebagian kalangan berpendapat bahwa merokok hukumnya boleh.
Mereka berdalil bahwa segala sesuatu hukum asalnya mubah kecuali terdapat dalil yang melarangnya, berdasarkan firman Allah:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
Dia-lah Allah, yang telah menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (QS. Al Baqarah: 29).
Ayat di atas menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah di atas bumi ini halal untuk manusia termasuk tembakau yang digunakan untuk bahan baku rokok.

Sanggahan:
Berdalil dengan ayat ini tidak kuat, karena segala sesuatu yang diciptakan Allah hukumnya halal bila tidak mengandung hal-hal yang merusak dan membahayakan tubuh.
Sementara rokok mengandung ribuan racun yang secara kedokteran telah terbukti merusak dan membahayakan kesehatan. Bahkan membunuh penggunanya secara perlahan, padahal Allah telah berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisaa: 29).
Lebih dari itu, mengapa tidak ada dalil khusus yang melarang rokok?
Karena rokok baru ada 500 tahun yang lalu, dan tidak dikenal di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, tabiin, tabi’ tabiin, maupun ulama penulis hadis setelahnya. Bagaimana mungkin akan dicari dalil khusus yang melarang rokok?
Sebagian kalangan yang lain berpendapat bahwa merokok hukumnya makruh, karena orang yang merokok mengeluarkan bau tidak sedap. Hukum ini diqiyaskan dengan memakan bawang putih mentah yang mengeluarkan bau yang tidak sedap. Sebagaimana ditunjukkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

من أكل البصل والثوم والكراث فلا يقربن مسجدنا، فإن الملائكة تتأذى مما يتأذى منه بنو آدم
Barang siapa yang memakan bawang merah, bawang putih (mentah) dan karats, maka janganlah dia menghampiri masjid kami, karena para malaikat terganggu dengan hal yang mengganggu manusia (yaitu: bau tidak sedap).” (HR. Muslim).

Sanggahan:
Analogi ini sangat tidak kuat, karena dampak negatif dari rokok bukan hanya sekedar bau tidak sedap. Lebih dari itu menyebabkan berbagai penyakit berbahaya diantaranya kanker paru-paru. Mengingat keterbatasan ulama masa silam dalam memahami dampak kesehatan ketika morokok, mereka hanya melihat bagian luar yang nampak saja. Itulah bau rokok dan bau mulut perokok. Jelas ini adalah tinjauan yang sangat terbatas.
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa merokok hukumnya haram, pendapat ini ditegaskan oleh Qalyubi (Ulama Mazhab Syafi’i, wafat: 1069 H). Dalam kitab Hasyiyah Qalyubi ala Syarh al-Mahalli (jilid I, Hal. 69), beliau mengatakan: “Ganja dan segala obat bius yang menghilangkan akal, zatnya suci sekalipun haram untuk dikonsumsi, oleh karena itu para ulama kami berpendapat bahwa rokok hukumnya juga haram, karena rokok dapat membuka jalan agar tubuh terjangkit berbagai penyakit berbahaya”.

Ibnu Allan (ulama Madzhab Syafi’i, wafat: 1057H), as-Sanhury (Mufti Mazhab Maliki di Mesir, wafat 1015 H), al-Buhuty (Ulama Mazhab Hanbali, wafat: 1051 H), as-Surunbulaly (Ulama Madzhab Hanafi, wafat: 1069 H) juga menfatwakan haram hukumnya merokok.

Merokok juga pernah dilarang oleh penguasa khilafah Utsmani pada abad ke-12 Hijriyah dan orang yang merokok dikenakan sanksi, serta rokok yang beredar disita pemerintah, lalu dimusnahkan.
Para ulama menegaskan haramnya merokok berdasarkan kesepakatan para dokter di masa itu, yang menyatakan bahwa rokok sangat berbahaya terhadap kesehatan tubuh. Ia dapat merusak jantung, penyebab batuk kronis, mempersempit aliran darah yang menyebabkan tidak lancarnya darah dan berakhir dengan kematian mendadak.

Padahal Allah telah mengharamkan seseorang untuk membinasakan dirinya melalui firman-Nya:

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al Baqarah: 195).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
Tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat mudharat bagi orang lain baik permulaan ataupun balasan.” (HR. Ibnu Majah. Hadis ini di shahihkan oleh Albani).

Hasil penelitian kedokteran di zaman sekarang memperkuat penemuan dunia kedokteran di masa lampau bahwa merokok menyebabkan berbagai jenis penyakit kanker, penyakit pernafasan, penyakit jantung, penyakit pencernaan, berefek buruk bagi janin, juga merusak sistem reproduksi, pendeknya merokok merusak seluruh sistem tubuh.

Oleh karena itu, seluruh negara menetapkan undang-undang yang mewajibkan dicantumkannya peringatan bahwa merokok dapat mebahayakan kesehatan tubuh pada setiap bungkus rokok.

Karena itu, sangat tepat fatwa yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga fatwa di dunia Islam, seperti fatwa MUI yang mengharamkan rokok, begitu juga Dewan Fatwa Arab Saudi yang mengharamkan rokok, melalui fatwa nomor: (4947), yang menyatakan, “Merokok hukumnya haram, menanam bahan bakunya (tembakau) juga haram serta memperdagangkannya juga haram, karena rokok menyebabkan bahaya yang begitu besar”.

Keterangan di atas disadur dari artikel Dr. Erwandi Tarmidzi yang diterbitkan di Majalah Pengusaha Muslim edisi September 2011. Bagi Anda yang berminat mendapatkan rujukan aslinya, Anda bisa mengunjungi : shop.pengusahamuslim.com

Disamping tulisan di atas, terdapat ceramah menarik yang disampaikan Prof. Dr. Yunahar Ilyas (Ketua PP Muhammadiyah). Anda bisa download di:
http://www.mediafire.com/?395gm22cj0322yx

Penalaran

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.

Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).


Metode dalam menalar
Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.

A.       PENALARAN DEDUKTIF
Penalaran deduktif adalah proses penalaran untuk manarik suatu kesimpulan dari suatu prinsip atau sikap yang berlaku umum untuk kemudian ditarik kesimpulan yang khusus. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal – hal yang lebih rendah. Contoh:  Gunadarma dalah sebuah yayasan yang menyediakan berbagai jenjang pendidikan, seperti D3, S1, S2, dan S3.
     Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula dilakukan secara tak langsung.
1.      Menarik Simpulan secara Langsung
Simpulan (konklusi) secara langsung atau entimen, adalah suatu proses penarikan kesimpulan yang ditarik dari satu premis.
Misalnya:
·         Semua S adalah P. (premis)
                        Sebagian  P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua kucing berbulu lebat. (premis)
Sebagian yang berbulu lebat adalah kucing. (simpulan)
·         Tidak satu pun S adalah P. (premis)
                        Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor angsa pun adalah bebek. (premis)
Tidak seekor bebek pun adalah angsa. (simpulan)
·         Semua S adalah P. (premis)
                        Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Semua senapan adalah senjata berbahaya. (premis)
Tidak satu pun senapan adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)
·         Tidak satu pun S adalah P. (premis)
                        Semua S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor pun cicak adalah kadal. (premis)
Semua cicak adalah bukan kadal. (simpulan)
·         Semua S adalah P. (premis)
                        Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
                        Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua ikan adalah berinsang. (premis)
Tak satu pun ikan adalah takberinsang. (simpulan)
            Tidak satu pun yang takberinsang adalah ikan. (simpulan)
2.      Menarik Simpulan secara Tidak Langsung
Penarikan simpulan secara tidak langsung atau silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan yang memerlukan dua data sebagai data utamanya. Dari dua data ini, akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.
Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang bersifat umum (PU) dan premis yang kedua bersifat khusus (PK). Sebagai umpama:
PU             : Setiap manusia akan meninggal
PK             : Pak Joko adalah manusia
K               : Pak Joko akan meninggal
Hal- hal penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan suatu silogisme adalah sebagai berikut:
·         Silogisme terdiri dari tiga pernyataan.
·         Pernyataan (premis) pertama disebut premis umum.
·         Pernyataan (premis) kedua disebut premis khusus
·         Pernyataan ketiga disebut kesimpulan.
·         Apabila salah satu premisnya negatif, maka kesimpuulannya pasti negatif.
·         Dua premis negatif tidak dapat menghasilkan kesimpulan.
·         Dari dua premis khusus tidak dapat ditarik kesimpulan.
Pola penarikan kesimpulan tidak langsung atau silogisme, dapat dikelompokan kedalam beberapa jenis:
a)      Silogisme Kategorial
Adalah silogisme yang terjadi dari tiga proposisi (pernyataan). Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi, merupakan simpulan. Premis yang bersifat umum, disebut premis mayor. Dan premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor.
Contoh:
PU       : Semua manusia berakal budi.
PK       : Semua mahasiswa adalah berakal budi.
K         : Jadi, semua mahasiswa berakal budi.
Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor. Term penengah adalah silogisme diatas ialah manusia. Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.
Contoh:
PU       : Semua manusia tidak berakal budi.
PK       : Semua kera bukan manusia.
K         : Jadi, (tidak ada kesimpulan).
        
Aturan umum mengenai silogisme kategorial adalah sebsgai berikut:
·         Silogisme harus terdiri atas tiga term. Yaitu term mayor, term minor dan term penengah.
Contoh:
PU       : Semua atlet harus giat berlatih.
PK       : Chris John adalah seorang atlet.
K         : Chris John harus giat berlatih.
Term mayor = Chris John.
Term minor = harus giat berlatih.
Term penengah = atlet.
Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh:
Foto itu menempel di dinding.
                                    Dinding itu menempel di tiang.
Dalam premis ini terdapat empat term, yaitu gambar yang menempel di dinding dan dinding menempel ditiang. Oleh sebab itu, disini tidak dapat ditarik kesimpulan.
·         Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor dan simpulan.
·         Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
Contoh:          Semua cacing bukan ulat.
                                                            Tidak seekor ulat pun adalah lintah.
·         Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh:
PU     : Tidak seekor gajah pun adalah harimau.
                                    PK     : Semua gajah berbelalai.
                                    K       : Jadi, tidak seekor harimau pun berbelalai.
·         Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
Contoh:
PU     : Semua mahasiswa adalah lulusan SMA
                                    PK     : Danang adalah mahasiswa
                                    K       : Danang adalah lulusan SMA
·         Dari dua premis yang khusus, tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
PU     : Sebagian orang jujur adalah petani.
                                    PK     : Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
                                    K       : Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
·         Bila salah satu premis khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh:
PU     : Semua mahasiswa adalah lulusan SMA.
                                    PK     : Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
                                    K       : Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SMA.
·         Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
PU     : Beberapa manusia adalah ramah.
                                    PK     : Tidak seekor binatang pun adalah manusia.
                                    K       : Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
b)     Silogisme Hipotesis
Adalah silogisme yang terdiri atas pernyataan umum, pernyataan khusus, dan kesimpulan. Akan tetapi, premis umumnya bersifat pengandaian. Hal ini ditandai adanya penggunaan konjungsi jika dalam pernyataannya. Dengan demikian, pernyataan umumnya dibentuk oleh dua bagian. Bagian pertama disebut anteseden dan bagian keduanya disebut konsekuensi. Sementara itu, pernyataan khususnya menyatakan kenyataan yang terjadi, yang kemungkinannya hanya dua: sesuai atau tidak sesuai dengan yang diandaikannya itu.
Contoh:
PU       : jika saya lulus ujian, saya akan melanjutkan kuliah ke Jerman.
                                                (anteseden)                        (konsekuensi)
c)      Silogisme Alterntif
Silogisme ini menggunakan pernyataan umum yang memiliki dua alternatif. Jika alternative satu itu benar menurut pernyaataan khususnya, alternatif yang lain itu salah.
                        Contoh:
                        PU       : Lampu tempel ini akan mati apabila minyaknya habis atau sumbunya pendek.
                        PK       : Lampu ini mati, tetapi minyaknya tidak habis.
                        K         : Lampu ini mati karena sumbunya pendek.
d)     Entimen
Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh:
PU : Semua sarjana adalah orang cerdas.
PK : Daud adalah seorang sarjana.
K   : Jadi, Daud adalah orang cerdas.
Dari silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Daud adalah orang cerdas karena dia adalah seorang sarjana”.       
Beberapa contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah entimen juga dapat diubah menjadi silogisme.
B.      PENALARAN INDUKTIF
Penalaran induktif dilakukan terhadap fakta-fakta khusus untuk kemudian dirumuskan sebuah kesimpulan. Kesimpulan ini mencakup semua fakta yang khusus.
Contoh :
Sejak suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu, Ny. Ahmad sering sakit. Setiap bulan ia pergi ke dokter memeriksakan sakitnya. Harta peninggalan suaminya semakin menipis untuk membeli obat dan biaya pemeriksaan, serta untuk biya hidup sehari-hari bersama tiga orang anaknya yang masih sekolah. Anaknya yang tertua dan adiknya masih kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta, sedangkan yang nomor tiga masih duduk di bangku SMA. Sungguh (kata kunci) berat beban hidupnya. (Ide pokok)
         Seperti halnya penalaran deduktif, penalaran induktif juga terbagi ke dalam beberapa macam. Yakni:
  1.      Generalisasi
Adalah proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum. Dari beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa “Lulusan sekolah A pintar-pintar.” Hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai pernyataan memberikan gambaran seperti itu.
Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan semua logam akan memuai.
Benar atau tidak benarnya rumusan kesimpulan secara generalisasi, itu dapat dilihat dari hal-hal berikut:
1)      Data itu harus memadai jumlahnya. Semakin banyak data yang dipaparkan, semakin benar simpulan yang diperoleh.
2)      Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang benar.
3)      Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat dijadikan data.
Contoh generalisasi yang tidak sahih;
1)      Orang garut suka rujak
2)      Makan daging dapat menyebabkan penyakit darah tinggi.
3)      Orang malas akan kehilangan banyak rejeki.
  1.      Analogi
Adalah cara bernalar dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
Contoh: Nina adalah lulusan akademi A.
  Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
                          Ali adalah lulusan akademi A.
                          Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
         
Tujuan penalaran secara analogi adalah sebagai berikut.
1)      Analogi dilakukan untuk meramalkan sesuatu.
2)      Analogi dilakukan untuk menyingkap suatu kekeliruan.
3)      Analogi digunakan untuk menyusun klasifikasi.
  1.      Hubungan Kausal
Adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang memiliki pola hubungan sebab akibat. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam kehidupan kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita temukan. Hujan turun dan jalan-jalan becek. Ia kena penyakit kanker darah dan meninggal dunia. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, terdapat tiga pola hubungan kausalitas. Yaitu sebagai berikut:
a.      Sebab – Akibat
Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B. Disamping itu, hubungan ini dapat pula berpola A menyebabkan B, C, D, dan seterusnya. Jadi, efek dari satu peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.
Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, diperlukan kemampuan penalaran seseorang untuk mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan terlihat pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata. Kalau kita melihat sebiji buah mangga terjatuh dari batangnya, kita akan memperkirakan beberapa kemungkinan penyebabnya. Mungkin mangga itu ditimpa hujan, mungkin dihempas angin, dan mungkin pula dilempari anak-anak. Pastilah salah satu kemungkinana itu yang menjadi penyebabnya.
b.      Akibat – Sebab
Dalam pola ini kita memulai dengan peristiwa yang menjadi akibat. Peristiwa itu kemudian kita analisis untuk dicari penyebabnya.
Contoh:
Kemarin Pak Darto tidak masuk kantor. Hari inipun tidak. Pagi tadi  istrinya pergi ke apotek membeli obat. Oleh karena itu, pasti Pak Darto sedang sakit.
c.       Sebab Akibat -1 Akibat -2
Suatu penyebab dapat menyebabkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianaalah seterusnya, hingga timbul serangkaian beberapa akibat.
Contoh:
Mulai bulan Mei 2012, harga beberapa jenis BBM direncanakan akan mengalami kenaikan. Terutama premium dan solar. Hal ini karena pemerintah ingin mengurangi subsidi dengan harapan supaya ekonomi Indonesia kembali berlangsung normal. Dikarenakan harga bahan bakar naik, sudah barang tentu biaya angkutan pun akan naik pula. Jika biaya angkutan naik, harga barang pasti ikutn naik. Naiknya harga barang akan dirasakan berat oleh masyarakat. Oleh karena itu, kenaikan harga barang harus diimbangi dengan usaha menaikan pendapatan rakyat.
C.      CIRI-CIRI PARAGRAF BERPOLA DEDUKTIF
Penalaran deduktif adalah proses penalaran yang bertolak dari peristiwa – peristiwa yang sifatnya umum menuju pernyataan khusus. Apabila diidentifikasi secara terperinci, paragraf berpola deduktif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1)      Letak kalimat utama di awal paragraf
2)      Diawali dengan pernyataan umum disusul dengan uraian atau penjelasan khusus
3)      Diakhiri dengan penjelasan
Contoh:
Setiap individu bersifat unik. Artinya, ia memiliki perbedaan dengan yang lain. Perbedaan itu bermacam-macam, mulai dari perbedaan fisik, pola berpikir, dan cara merespons atau mempelajari hal yang baru. Dalam hal ini, misalnya dalam menyerap pelajaran, ada individu yang cepat dan ada yang lambat.
D.       CIRI-CIRI PARAGRAF BERPOLA INDUKTIF
Penalaran induktif adalah proses penalaran yang bertolak dari peristiwa – peristiwa yang sifatnya khusus menuju pernyataan umum. Apabila diidentifikasi secara terperinci, paragraf berpola induktif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1)      Letak kalimat utama di akhir paragraf
2)      Diawali dengan uraian/penjelasan bersifat khusus dan diakhiri denganpernyataan umum
3)      Paragraf induktif diakhiri dengan kesimpulan
Contoh:
Tidak sedikit para pelajar yang memiliki penyakit malas membaca. Banyak ilmu yang tidak tergali oleh mereka. Mereka hanya mengandalkan peran guru dalam menerima ilmu. Kondisi tersebut sungguh memprihatinkan. Minat baca buku di kalangan pelajar masih rendah.
REFERENSI:
Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia Di Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo
Aibli, Ahmad, Strumpen-Darrie, Robert, F. Berlitz, Charles. 2008. Bahasa Indonesia 3. Bogor: Yudhistira Ghalia Indonesia