Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan
indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk
proposisi
– proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui
atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang
sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan
premis (
antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan
konklusi (
consequence).
Metode
dalam menalar
A.
PENALARAN
DEDUKTIF
Penalaran
deduktif adalah proses penalaran untuk manarik suatu
kesimpulan dari suatu prinsip atau sikap yang berlaku umum untuk kemudian
ditarik kesimpulan yang khusus. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara
deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuku kepada hal-hal yang khusus
atau hal – hal yang lebih rendah. Contoh: Gunadarma dalah sebuah yayasan yang
menyediakan berbagai jenjang pendidikan, seperti D3, S1, S2, dan S3.
Penarikan
simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat
pula dilakukan secara tak langsung.
1.
Menarik
Simpulan secara Langsung
Simpulan
(konklusi) secara langsung atau entimen, adalah suatu proses penarikan
kesimpulan yang ditarik dari satu premis.
Misalnya:
·
Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua
kucing berbulu lebat. (premis)
Sebagian
yang berbulu lebat adalah kucing. (simpulan)
·
Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Tidak satu pun P adalah S.
(simpulan)
Contoh:
Tidak
seekor angsa pun adalah bebek. (premis)
Tidak
seekor bebek pun adalah angsa. (simpulan)
·
Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P.
(simpulan)
Contoh:
Semua
senapan adalah senjata berbahaya. (premis)
Tidak
satu pun senapan adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)
·
Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Semua S adalah tak-P.
(simpulan)
Contoh:
Tidak
seekor pun cicak adalah kadal. (premis)
Semua
cicak adalah bukan kadal. (simpulan)
·
Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P.
(simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S.
(simpulan)
Contoh:
Semua
ikan adalah berinsang. (premis)
Tak
satu pun ikan adalah takberinsang. (simpulan)
Tidak satu pun yang takberinsang
adalah ikan. (simpulan)
2.
Menarik
Simpulan secara Tidak Langsung
Penarikan simpulan secara tidak langsung
atau silogisme adalah suatu proses penarikan
kesimpulan yang memerlukan dua data sebagai data utamanya. Dari dua data ini,
akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang
bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.
Untuk
menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis
(pernyataan dasar) yang bersifat umum (PU)
dan premis yang kedua bersifat khusus (PK).
Sebagai umpama:
PU : Setiap manusia akan meninggal
PK : Pak Joko adalah manusia
K : Pak Joko akan meninggal
Hal-
hal penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan suatu silogisme adalah
sebagai berikut:
·
Silogisme terdiri dari tiga pernyataan.
·
Pernyataan (premis) pertama disebut
premis umum.
·
Pernyataan (premis) kedua disebut premis
khusus
·
Pernyataan ketiga disebut kesimpulan.
·
Apabila salah satu premisnya negatif,
maka kesimpuulannya pasti negatif.
·
Dua premis negatif tidak dapat
menghasilkan kesimpulan.
·
Dari dua premis khusus tidak dapat
ditarik kesimpulan.
Pola
penarikan kesimpulan tidak langsung atau silogisme, dapat dikelompokan kedalam
beberapa jenis:
a)
Silogisme
Kategorial
Adalah silogisme yang terjadi dari tiga
proposisi (pernyataan). Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi,
merupakan simpulan. Premis yang bersifat umum, disebut premis mayor. Dan premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat
subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan
disebut term mayor.
Contoh:
PU : Semua manusia berakal budi.
PK : Semua mahasiswa adalah berakal budi.
K : Jadi, semua mahasiswa berakal budi.
Untuk menghasilkan simpulan harus ada
term penengah sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor. Term
penengah adalah silogisme diatas ialah manusia. Term penengah hanya terdapat
pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada,
simpulan tidak dapat diambil.
Contoh:
PU : Semua manusia tidak berakal budi.
PK : Semua kera bukan manusia.
K : Jadi, (tidak ada kesimpulan).
Aturan
umum mengenai silogisme kategorial adalah sebsgai berikut:
·
Silogisme harus terdiri atas tiga term.
Yaitu term mayor, term minor dan term penengah.
Contoh:
PU : Semua atlet harus giat berlatih.
PK : Chris John adalah seorang atlet.
K : Chris John harus giat berlatih.
Term
mayor = Chris John.
Term
minor = harus giat berlatih.
Term
penengah = atlet.
Kalau
lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh:
Foto
itu menempel di dinding.
Dinding itu
menempel di tiang.
Dalam premis ini terdapat empat term, yaitu
gambar yang menempel di dinding dan dinding menempel ditiang. Oleh sebab itu,
disini tidak dapat ditarik kesimpulan.
·
Silogisme terdiri atas tiga proposisi,
yaitu premis mayor, premis minor dan simpulan.
·
Dua premis yang negatif tidak dapat
menghasilkan simpulan.
Contoh: Semua cacing bukan ulat.
Tidak
seekor ulat pun adalah lintah.
·
Bila salah satu premisnya negatif,
simpulan pasti negatif.
Contoh:
PU : Tidak seekor gajah pun adalah harimau.
PK : Semua gajah berbelalai.
K : Jadi, tidak seekor harimau pun
berbelalai.
·
Dari premis yang positif, akan
dihasilkan simpulan yang positif.
Contoh:
PU : Semua mahasiswa adalah lulusan SMA
PK : Danang adalah mahasiswa
K : Danang adalah lulusan SMA
·
Dari dua premis yang khusus, tidak dapat
ditarik satu simpulan.
Contoh:
PU : Sebagian orang jujur adalah petani.
PK : Sebagian pegawai negeri adalah orang
jujur.
K : Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
·
Bila salah satu premis khusus, simpulan akan
bersifat khusus.
Contoh:
PU : Semua mahasiswa adalah lulusan SMA.
PK : Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
K : Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan
SMA.
·
Dari premis mayor yang khusus dan premis
minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
PU : Beberapa manusia adalah ramah.
PK : Tidak seekor binatang pun adalah
manusia.
K : Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
b)
Silogisme
Hipotesis
Adalah silogisme yang terdiri atas
pernyataan umum, pernyataan khusus, dan kesimpulan. Akan tetapi, premis umumnya
bersifat pengandaian. Hal ini
ditandai adanya penggunaan konjungsi jika
dalam pernyataannya. Dengan demikian, pernyataan umumnya dibentuk oleh dua
bagian. Bagian pertama disebut anteseden
dan bagian keduanya disebut konsekuensi.
Sementara itu, pernyataan khususnya menyatakan kenyataan yang terjadi, yang
kemungkinannya hanya dua: sesuai atau tidak sesuai dengan yang diandaikannya
itu.
Contoh:
PU : jika saya lulus ujian, saya akan
melanjutkan kuliah ke Jerman.
(anteseden) (konsekuensi)
c)
Silogisme
Alterntif
Silogisme ini menggunakan pernyataan
umum yang memiliki dua alternatif. Jika alternative satu itu benar menurut
pernyaataan khususnya, alternatif yang lain itu salah.
Contoh:
PU : Lampu tempel ini akan mati apabila minyaknya habis atau
sumbunya pendek.
PK : Lampu ini mati, tetapi minyaknya tidak habis.
K : Lampu ini mati karena sumbunya pendek.
d)
Entimen
Sebenarnya silogisme ini jarang
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun dalam lisan.
Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak mempunyai premis mayor karena
premis mayor itu sudah diketahui secara umum. Yang dikemukakan hanya premis
minor dan simpulan.
Contoh:
PU
: Semua sarjana adalah orang cerdas.
PK
: Daud adalah seorang sarjana.
K : Jadi, Daud adalah orang cerdas.
Dari silogisme ini dapat ditarik satu
entimen, yaitu “Daud adalah orang cerdas karena dia adalah seorang
sarjana”.
Beberapa
contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia
telah menang dalam sayembara itu.
Dengan demikian, silogisme dapat
dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah entimen juga dapat diubah menjadi
silogisme.
B.
PENALARAN
INDUKTIF
Penalaran induktif dilakukan terhadap fakta-fakta
khusus untuk kemudian dirumuskan sebuah kesimpulan. Kesimpulan ini mencakup
semua fakta yang khusus.
Contoh :
Sejak suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu,
Ny. Ahmad sering sakit. Setiap bulan ia pergi ke dokter memeriksakan sakitnya. Harta
peninggalan suaminya semakin menipis untuk membeli obat dan biaya pemeriksaan,
serta untuk biya hidup sehari-hari bersama tiga orang anaknya yang masih
sekolah. Anaknya yang tertua dan adiknya masih kuliah di sebuah perguruan
tinggi swasta, sedangkan yang nomor tiga masih duduk di bangku SMA. Sungguh
(kata kunci) berat beban hidupnya. (Ide pokok)
Seperti halnya penalaran deduktif, penalaran
induktif juga terbagi ke dalam beberapa macam. Yakni:
- Generalisasi
Adalah
proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat
tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum. Dari beberapa gejala
dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa “Lulusan sekolah A pintar-pintar.”
Hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai pernyataan
memberikan gambaran seperti itu.
Contoh:
Jika
dipanaskan, besi memuai.
Jika
dipanaskan, tembaga memuai.
Jika
dipanaskan, emas memuai.
Jadi,
jika dipanaskan semua logam akan memuai.
Benar
atau tidak benarnya rumusan kesimpulan secara generalisasi, itu dapat dilihat
dari hal-hal berikut:
1) Data
itu harus memadai jumlahnya. Semakin banyak data yang dipaparkan, semakin benar
simpulan yang diperoleh.
2) Data
itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan
simpulan yang benar.
3) Pengecualian
perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat
dijadikan data.
Contoh
generalisasi yang tidak sahih;
1) Orang
garut suka rujak
2) Makan
daging dapat menyebabkan penyakit darah tinggi.
3) Orang
malas akan kehilangan banyak rejeki.
- Analogi
Adalah
cara bernalar dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
Contoh:
Nina adalah lulusan akademi A.
Nina
dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan akademi A.
Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan
tugasnya dengan baik.
Tujuan
penalaran secara analogi adalah sebagai berikut.
1) Analogi
dilakukan untuk meramalkan sesuatu.
2) Analogi
dilakukan untuk menyingkap suatu kekeliruan.
3) Analogi
digunakan untuk menyusun klasifikasi.
- Hubungan
Kausal
Adalah
penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang memiliki pola hubungan sebab
akibat. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam kehidupan kita
sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita temukan. Hujan turun dan
jalan-jalan becek. Ia kena penyakit kanker darah dan meninggal dunia. Dalam
kaitannya dengan hubungan kausal ini, terdapat tiga pola hubungan kausalitas.
Yaitu sebagai berikut:
a.
Sebab
– Akibat
Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan
B. Disamping itu, hubungan ini dapat pula berpola A menyebabkan B, C, D, dan
seterusnya. Jadi, efek dari satu peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang
lebih dari satu.
Dalam kaitannya dengan hubungan kausal
ini, diperlukan kemampuan penalaran seseorang untuk mendapatkan simpulan
penalaran. Hal ini akan terlihat pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap
sebuah akibat yang nyata. Kalau kita melihat sebiji buah mangga terjatuh dari
batangnya, kita akan memperkirakan beberapa kemungkinan penyebabnya. Mungkin
mangga itu ditimpa hujan, mungkin dihempas angin, dan mungkin pula dilempari
anak-anak. Pastilah salah satu kemungkinana itu yang menjadi penyebabnya.
b.
Akibat
– Sebab
Dalam pola ini kita memulai dengan
peristiwa yang menjadi akibat. Peristiwa itu kemudian kita analisis untuk
dicari penyebabnya.
Contoh:
Kemarin Pak Darto tidak masuk kantor.
Hari inipun tidak. Pagi tadi istrinya
pergi ke apotek membeli obat. Oleh karena itu, pasti Pak Darto sedang sakit.
c.
Sebab
Akibat -1 Akibat -2
Suatu penyebab dapat menyebabkan
serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan
akibat kedua. Demikianaalah seterusnya, hingga timbul serangkaian beberapa
akibat.
Contoh:
Mulai bulan Mei 2012, harga beberapa
jenis BBM direncanakan akan mengalami kenaikan. Terutama premium dan solar. Hal
ini karena pemerintah ingin mengurangi subsidi dengan harapan supaya ekonomi
Indonesia kembali berlangsung normal. Dikarenakan harga bahan bakar naik, sudah
barang tentu biaya angkutan pun akan naik pula. Jika biaya angkutan naik, harga
barang pasti ikutn naik. Naiknya harga barang akan dirasakan berat oleh
masyarakat. Oleh karena itu, kenaikan harga barang harus diimbangi dengan usaha
menaikan pendapatan rakyat.
C.
CIRI-CIRI
PARAGRAF BERPOLA DEDUKTIF
Penalaran deduktif adalah proses penalaran
yang bertolak dari peristiwa – peristiwa yang sifatnya umum menuju pernyataan
khusus. Apabila diidentifikasi secara terperinci, paragraf berpola deduktif
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Letak
kalimat utama di awal paragraf
2) Diawali
dengan pernyataan umum disusul dengan uraian atau penjelasan khusus
3) Diakhiri
dengan penjelasan
Contoh:
Setiap
individu bersifat unik. Artinya, ia memiliki perbedaan dengan yang lain.
Perbedaan itu bermacam-macam, mulai dari perbedaan fisik, pola berpikir, dan
cara merespons atau mempelajari hal yang baru. Dalam hal ini, misalnya dalam menyerap
pelajaran, ada individu yang cepat dan ada yang lambat.
D.
CIRI-CIRI
PARAGRAF BERPOLA INDUKTIF
Penalaran induktif adalah proses
penalaran yang bertolak dari peristiwa – peristiwa yang sifatnya khusus menuju
pernyataan umum. Apabila diidentifikasi secara terperinci, paragraf berpola
induktif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Letak
kalimat utama di akhir paragraf
2) Diawali
dengan uraian/penjelasan bersifat khusus dan diakhiri denganpernyataan umum
3) Paragraf
induktif diakhiri dengan kesimpulan
Contoh:
Tidak sedikit para pelajar yang memiliki
penyakit malas membaca. Banyak ilmu yang tidak tergali oleh mereka. Mereka hanya
mengandalkan peran guru dalam menerima ilmu. Kondisi tersebut sungguh
memprihatinkan. Minat baca buku di kalangan pelajar masih rendah.
REFERENSI:
Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia Di Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo
Aibli, Ahmad, Strumpen-Darrie, Robert, F. Berlitz, Charles.
2008. Bahasa Indonesia 3. Bogor: Yudhistira
Ghalia Indonesia