SATRIO WIJAYANTO
4EB18
26212883
PENGARUH
PROFESIONALISME, PENGETAHUAN MENDETEKSI KEKELIRUAN, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP
PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS AKUNTAN PUBLIK
PENGARUH
PROFESIONALISME, PENGETAHUAN MENDETEKSI KEKELIRUAN, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP
PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS AKUNTAN PUBLIK
Arleen
Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto
Trisakti
School of Management
Email:
arleen@stietrisakti.ac.id, siou_chiang@yahoo.com
ABSTRAK
Untuk mempertahankan
kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan, akuntan publik
dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai. Adapun kompetensi tersebut
adalah profesionalisme, pengetahuan dalam mendeteksi kekeliruan dan pertimbangan
tingkat materialitas akuntan publik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan
bukti empiris tentang pengaruh profesionalisme, pengetahuan akuntan publik
dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas
akuntan publik dalam proses pemeriksaan laporan keuangan. Data diperoleh melalui
kuisioner survei yang diisi oleh akuntan senior sampai partner yang bekerja di Kantor
Akuntan Publik. Data dianalisis menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukan
bahwa profesionalisme, pengetahuan dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi
berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas
akuntan publik dalam proses pemeriksaan laporan keuangan.
Kata kunci: Profesionalisme,
pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan, etika profesi dan
pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik.
ABSTRACT
To
defence trusting from client and user of financial statement, public accountant
strives to have adequacy competent. The competents are professionalism,
auditor’s knowledge for errors and public accountants’ judgement of materiality
level. The aim of this study was to get emperical evidence about the effect of
professionalism, auditor’s knowledge for errors and professional ethics on
public accountants’ judgement of materiality level in the auditing process of
financial statements. Data were obtained by survey questionnaires, which were completed
by accountants who work at Registered Public Accountants, started from senior
up to partner level. Data were analyzed using multiple regression analysis. The
result of this study showed that professionalism, auditor’s knowledge for
errors and professional ethics have significant and positive influence to
public accountants’ judgment of materiality level in auditing process of
financial statements.
Keywords:
Professionalism, auditor’s knowledge for errors, professional ethics and public
accountants’judgment of materiality level.
PENDAHULUAN
Semakin meluasnya
kebutuhan jasa professional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap
independen, menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerjanya agar
dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak yang
membutuhkan. Untuk dapat meningkatkan sikap profesionalisme dalam melaksanakan
audit atas laporan keuangan, hendaknya para akuntan publik memiliki pengetahuan
audit yang memadai serta dilengkapi dengan pemahaman mengenai kode etik
profesi. Seorang akuntan publik dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan
tidak semata–mata bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk
pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan auditan. Untuk dapat mempertahankan
kepercayaan dari klien dan dari para pemakai laporan keuangan lainnya, akuntan publik
dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai.
FASB dalam Statement of
Financial Accounting Concept No.2, menyatakan bahwa relevansi dan reliabilitas
adalah dua kualitas utama yang membuat informasi akuntansi berguna untuk
pembuatan keputusan. Untuk dapat mencapai kualitas relevan dan reliable maka
laporan keuangan perlu diaudit oleh akuntan publik untuk memberikan jaminan kepada
pemakai bahwa laporan keuangan tersebut telah disusun sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di
Indonesia. Profesionalisme telah menjadi isu yang kritis untuk profesi akuntan
karena dapat menggambarkan kinerja akuntan tersebut. Gambaran terhadap
profesionalisme dalam profesi akuntan publik seperti yang dikemukakan oleh
Hastut dkk. (2003) dicerminkan melalui lima dimensi, yaitu pengabdian pada
profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan
dengan rekan seprofesi. Selain menjadi seorang profesional yang memiliki sikap
profesionalisme, akuntan public juga harus memiliki pengetahuan yang memadai dalam
profesinya untuk mendukung pekerjaannya dalam melakukan setiap pemeriksaan.
Setiap akuntan publik juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah
ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), agar situasi penuh
persaingan tidak sehat dapat dihindarkan. Selain itu, dalam perencanaan audit,
akuntan publik harus mempertimbangkan masalah penetapan tingkat risiko
pengendalian yang direncanakan dan pertimbangan awal tingkat materialitas untuk
pencapaian tujuan audit. Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian yang
dilakukan oleh Hastuti dkk. (2003). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
terletak pada (1) obyek penelitian, yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ada
di Jakarta. Dengan mengambil KAP di Jakarta sebagai obyek penelitian diharapkan
dapat merepresentasikan KAP di Indonesia karena sebagian besar KAP big 4 dan
KAP non big 4 berada di Jakarta; (2) penambahan variabel independen, yaitu
pengetahuan akuntan public dalam mendeteksi kekeliruan yang diambil dari penelitian
Sularso dan Na’im (1999), dan etika profesi yang diambil dari penelitian
Murtanto dan Marini (1999). Akuntan yang lebih berpengalaman akan bertambah
pengetahuannya dalam melakukan proses audit khususnya dalam memberikan pertimbangan
tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Selain pengetahuan, akuntan
juga dituntut etika dalam profesinya
sehingga pertimbangan
tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan diberikan sewajarnya
sesuai dengan kondisi sebenarnya. Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin membuktikan
secara empiris pengaruh profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi
kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam
proses audit laporan keuangan.
AUDIT
LAPORAN KEUANGAN
Menurut Agoes (2004)
ada dua alas an perlunya suatu laporan keuangan diaudit oleh Kantor Akuntan
Publik (KAP), yaitu 1) jika tidak diaudit ada kemungkinan bahwa laporan keuangan
tersebut mengandung kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja sehingga
diragukan kewajarannya oleh pihak–pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan
dan 2) jika laporan keuangan sudah diaudit dan mendapat opini wajar tanpa pengecualian
(Unqualified Opinion) dari KAP, berarti laporan keuangan tersebut dapat diasumsikan
bebas dari salah saji material dan telah disajikan sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku umum di Indonesia. Laporan keuangan yang
mengandung salah saji material dampaknya, secara individual atau keseluruhan
cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan disajikan secara
tidak wajar dalam semua hal yang material. Di sinilah peran akuntan publik
dalam menentukan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
PERTIMBANGAN
TINGKAT MATERIALITAS
Arens (2005:234)
menyatakan konsep materialitas menggunakan tiga tingkatan dalam mempertimbangkan
jenis laporan yang harus dibuat, antara lain: 1) Jumlah yang tidak material, jika
terdapat salah saji laporan keuangan tetapi cenderung tidak mempengaruhi
keputusan pemakai laporan, salah saji tersebut dianggap tidak material, 2)
Jumlahnya material, tetapi tidak menganggu laporan keuangan secara keseluruhan.
Tingkat materialitas ini terjadi jika salah saji di dalam laporan keuangan
dapat mempengaruhi keputusan pemakai, tetapi keseluruhan laporan keuangan
tersebut tersaji dengan benar sehingga tetap berguna, 3) Jumlahnya sangat
material atau pengaruhnya sangat meluas sehingga kewajaran laporan keuangan
secara keseluruhan diragukan. Tingkat tertinggi terjadi jika para pemakai dapat
membuat keputusan yang salah jika mereka mengandalkan laporan keuangan secara
keseluruhan.
Dengan demikian tujuan
penetapan materialitas sangat penting untuk membantu auditor dalam merencanakan
pengumpulan bahan bukti kompeten yang cukup. Langkah–langkah dalam menetapkan
materialitas (Arens 2005:233) (1) tentukan pertimbangan awal mengenai
materialitas; (2) Alokasi pertimbangan awal mengenai materialitas ke dalam
segmen; (3) Estimasi total kekeliruan dalam segmen; (4) Estimasikan kekeliruan
gabungan; (5) Bandingkan estimasi gabungan dengan pertimbangan awal mengenai materialitas.
Laporan keuangan mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual atau keseluruhan
cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan disajikan secara
tidak wajar dalam semua hal yang material. Salah saji dapat terjadi akibat dari
kekeliruan ataupun kecurangan (Ikatan Akuntan Indonesia 2001). Konsep
materialitas menyatakan bahwa tidak semua informasi keuangan diperlukan atau
tidak semua informasi keuangan seharusnya dikomunikasikan dalam laporan akuntansi,
hanya informasi yang material yang seharusnya disajikan. Informasi yang tidak material
seharusnya diabaikan atau dihilangkan. Pertimbangan auditor mengenai
materialitas merupakan pertimbangan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi
auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan memadai dan yang akan
meletakkan kepercayaan terhadap laporan keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia 2001).
PROFESIONALISME
Dalam pengertian umum,
seseorang dikatakan profesional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai
keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas
atau profesi dengan menetapkan standar baku di bidang profesi yang bersangkutan
dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesi yang telah
ditetapkan. Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual seperti
dikemukakan oleh Lekatompessy (2003). Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi
beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual
yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau
tidak. Seorang akuntan publik yang profesional harus memenuhi tanggung jawabnya
terhadap masyarakat, klien termasuk rekan seprofesi untuk berperilaku
semestinya. Kepercayaan masyarakat
terhadap kualitas jasa audit profesional meningkat jika profesi menetapkan
standar kerja dan perilaku yang dapat mengimplementasikan praktik bisnis yang efektif
dan tetap mengupayakan profesionalisme yang tinggi. Konsep profesionalisme
modern dalam melakukan suatu pekerjaan seperti dikemukakan oleh Lekatompessy
(2003), berkaitan dengan dua aspek penting, yaitu aspek struktural dan aspek sikap.
Aspek struktural karakteristiknya merupakan bagian dari pembentukan tempat
pelatihan, pembentukan asosiasi profesional dan pembentukan kode etik.
Sedangkan aspek sikap berkaitan dengan pembentukan jiwa profesionalisme. Hastuti
dkk. (2003) menyatakan bahwa profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang
bekerja sebagai akuntan publik. Gambaran seseorang yang profesional dalam
profesi dicerminkan dalam lima dimensi profesionalisme, yaitu pertama,
pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi dengan menggunakan pengetahuan
dan kecakapan yang dimiliki serta keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun
imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang
total terhadap pekerjaan. Kedua, kewajiban social adalah suatu pandangan
tentang pentingnya peranan profesi serta manfaat yang diperoleh baik masyarakat
maupun kalangan profesional lainnya karena adanya pekerjaan tersebut. Ketiga,
kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan bahwa seorang yang professional
harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain
(pemerintah, klien dan mereka yang bukan anggota profesi). Setiap ada campur
tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional. Keempat,
keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai
apakah suatu pekerjaan yang dilakukan profesional atau tidak adalah rekan sesama
profesi, bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan
pekerjaan tersebut. Kelima, hubungan dengan sesame profesi adalah dengan
menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk di dalamnya organisasi
formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam melaksanakan pekerjaan.
Hastuti dkk. (2003) meneliti tentang hubungan profesionalisme dengan pertimbangan
tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan dengan
menggunakan lima dimensi mengenai profesionalisme yang sebelumnya telah
dikembangkan oleh Hall (1968). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
profesionalisme mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat pertimbangan
materialitas. Semakin tinggi tingkat profesionalisme akuntan publik, semakin
baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka
hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
H1: Profesionalisme
berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam
proses audit laporan keuangan.
PENGETAHUAN
AKUNTAN PUBLIK DALAM MENDETEKSI
KEKELIRUAN
Pengetahuan akuntan
publik bisa diperoleh dari berbagai pelatihan formal maupun dari pengalaman
khusus, berupa kegiatan seminar, lokakarya serta pengarahan dari auditor senior
kepada auditor yuniornya. Pengetahuan juga bisa diperoleh dari frekuensi
seorang akuntan public melakukan pekerjaan dalam proses audit laporan keuangan.
Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya
akan memberikan hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak memiliki
pengetahuan yang cukup memadai akan tugasnya. Pengetahuan akuntan publik
digunakan sebagai salah satu kunci keefektifan kerja. Dalam audit, pengetahuan
tentang bermacam-macam pola yang berhubungan dengan kemungkinan kekeliruan
dalam laporan keuangan penting untuk membuat perencanaan audit yang efektif (Noviyani
dan Bandi 2002). Seorang akuntan publik yang memiliki banyak pengetahuan tentang
kekeliruan akan lebih ahli dalam melaksanakan tugasnya terutama yang
berhubungan dengan pengungkapan kekeliruan. Pengertian mengenai kekeliruan
menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) paragraf 6, dinyatakan bahwa kekeliruan (error) berarti salah saji
(misstatement) atau hilangnya jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan
yang tidak disengaja. Kekeliruan dapat berupa (1) kekeliruan dalam pengumpulan
atau pengolahan data yang menjadi sumber penyusunan laporan keuangan; (2)
Estimasi akuntansi yang tidak masuk akal yang timbul dari kecerobohan atau salah
tafsir fakta; (3) Kekeliruan dalam penerapan prinsip akuntansi yang berkaitan
dengan jumlah, klasifikasi dan cara penyajian atau pengungkapan. Menurut
pendapat Erick (2005) kegagalan dalam mendeteksi kekeliruan yang material akan mempengaruhi
kesimpulan dari pengguna laporan keuangan. Faktor utama yang membedakan antara
kesalahan dengan kecurangan adalah tindakan yang mendasarinya yang berakibat terjadinya
salah saji (misstatement) dalam laporan keuangan. Untuk membedakan salah saji
tersebut disengaja atau tidak disengaja, dalam praktiknya sangat sulit untuk
dibuktikan, terutama yang berkaitan dengan estimasi akuntansi dan penerapan
prinsip akuntansi. Menurut Noviyani dan Bandi (2002) pengalaman yang lebih akan
menghasilkan pengetahuan yang lebih dalam pertimbangan tingkat materialitas.
Pengalaman membentuk seorang akuntan publik menjadi terbiasa dengan situasi dan
keadaan dalam setiap penugasan. Pengalaman juga membantu akuntan public dalam
mengambil keputusan terhadap pertimbangan tingkat materialitas dan menunjang setiap
langkah yang diambil dalam setiap penugasan. Pengetahuan akuntan publik tentang
pendeteksian kekeliruan semakin berkembang karena pengalaman kerja. Semakin
tinggi pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan maka semakin baik
pula pertimbangan tingkat materialitas. Berdasarkan uraian tersebut, maka
hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
H2: Pengetahuan akuntan
publik dalam mendeteksi kekeliruan berpengaruh secara positif terhadap
pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
ETIKA
PROFESI
Setiap profesi yang
memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik, yang
merupakan seperangkat prinsip–prinsip moral yang mengatur tentang perilaku professional
(Agoes 2004). Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntan
adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh
para pelaku bisnis. Etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang
membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang berfungsi untuk mengatur
tingkah laku para anggotanya (Murtanto dan Marini 2003). Dalam hal etika,
sebuah profesi harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang dituangkan dalam
bentuk aturan khusus. Aturan ini
merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut, yang
biasa disebut sebagai kode etik. Kode etik harus dipenuhi dan ditaati oleh
setiap profesi yang memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat dan merupakan
alat kepercayaan bagi masyarakat luas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap
profesional wajib mentaati etika profesinya terkait dengan pelayanan yang
diberikan apabila menyangkut kepentingan masyarakat luas. Agoes (2004)
menunjukkan kode etik IAPI dan aturan etika Kompartemen Akuntan Publik, Standar
Profesi Akuntan Publik (SPAP) dan standar pengendalian mutu auditing merupakan acuan
yang baik untuk mutu auditing. Prinsip – prinsip etika yang dirumuskan IAPI dan
dianggap menjadi kode etik perilaku akuntan Indonesia adalah (1) tanggung
jawab, (2) kepentingan masyarakat, (3) integritas, (4) obyektifitas dan independen,
(5) kompetensi dan ketentuan profesi, (6) kerahasiaan, dan (7) perilaku profesional.
Semakin tinggi akuntan publik menaati kode etik maka semakin baik pula
pertimbangan tingkat materialitas. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis
yang diajukan sebagai berikut:
H3: Etika profesi
berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam
proses audit laporan keuangan. Model penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1
Profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan
etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas
METODA
PENELITIAN
Obyek penelitian yang
diambil adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdaftar pada Direktori
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) 2008 di wilayah Jakarta dengan akuntan
public yang bekerja di KAP dijadikan sebagai responden. Para akuntan publik
tersebut harus memiliki pengalaman bekerja minimal dua tahun, memiliki jenjang
pendidikan minimal S1 dan posisi minimal sebagai akuntan publik senior, untuk
tujuan memperoleh responden yang memiliki pengalaman dalam menentukan tingkat
materialitas. Metoda sampling yang digunakan adalah convenience sampling, yaitu
pemilihan sampel berdasarkan kemudahan, sehingga penulis mempunyai kebebasan
untuk memilih sampel yang paling cepat dan mudah. Data dikumpulkan melalui
survai kuisioner yang dikirmkan kepada responden baik secara langsung atau
melalui contact person. Jumlah kuisioner yang dikirimkan kepada responden
sebanyak dua ratus, kuisioner yang direspon sebanyak seratus lima puluh.
Profesionalisme
Profesionalisme
merupakan sikap seseorang dalam menjalankan suatu profesi. Variabel profesionalisme
terdiri dari dua puluh empat item instrument, seperti yang pernah digunakan
oleh Hastuti dkk. (2003), yang diukur dengan menggunakan tujuh poin skala
likert untuk mengukur tingkat profesionalisme akuntan publik. Pengetahuan
akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan Sularso dan Na’im (1999) menyatakan akuntan
yang memiliki pengetahuan dan keahlian secara profesional dapat meningkatkan
pengetahuan tentang sebab dan konsekuensi kekeliruan dalam suatu siklus akuntansi.
Variabel pengetahuan akuntan publik ini diukur dengan menggunakan sembilan
belas item instrument untuk mendeteksi macam–macam kekeliruan yang terjadi
dalam siklus penjualan, piutang dan penerimaan kas. Pengukuran variabel ini dilakukan
dengan angka 1 dan 0, poin 1 diberikan jika jawaban responden sesuai dengan
harapan penulis dan poin 0 diberikan jika jawaban responden tidak sesuai dengan
harapan penulis. Instrumen untuk mengukur variabel ini pernah digunakan oleh
Sularso dan Na’im (1999) dan Fahmi (2002).
Etika
Profesi
Etika profesi yang
dimaksud pada penelitian ini adalah Kode Etik Akuntan Indonesia, yaitu norma
perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan publik dengan kliennya, antara
akuntan publik dengan rekan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat.
Etika profesi terdiri dari lima dimensi yaitu kepribadian, kecakapan profesional,
tangung jawab, pelaksanaan kode etik, penafsiran dan penyempurnaan kode etik. Terdapat
delapan belas item instrumen yang digunakan untuk mengukur etika profesi dengan
tujuh poin skala likert, seperti yang pernah digunakan oleh Murtanto dan Marini
(2003).
Materialitas
Materialitas adalah
besarnya penghilangan atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari
keadaan yang melingkupinya, yang dapat mempengaruhi pertimbangan pihak yang meletakkan
kepercayaan terhadap informasi tersebut (Mulyadi 2002:158). Item instrumen yang
digunakan sebanyak delapan belas pernyataan dengan tujuh poin skala likert,
seperti yang pernah digunakan oleh Hastuti dkk. (2003). Alat analisis yang
digunakan untuk menguji hipotesis adalah multiple regression analysis dengan
model persamaan sebagai berikut:
Mat=
β0+β1Prof+β2PAK+β3EP+β4LM+ β5Po+β6Pd+β7G+ β8Um+ε (1)
Keterangan: 1) Mat:
Materialitas; 2) Prof: Profesionalisme; 3) PAK: Pengetahuan akuntan public
dalam mendeteksi kekeliruan; 4) EP: Etika profesi; LM: 5) Lama Kerja; 6) Po:
Posisi; 7) Pd: Pendidikan; 8) G: Gender; Um: Umur; ε= error term. Dalam
pengujian hipotesis, penelitian memasukan variabel karakteristik responden seperti
lama bekerja di KAP, jabatan pekerjaan, tingkat pendidikan, gender dan umur
yang merupakan variabel kontrol. Tujuan memasukan variabel kontrol adalah
mengendalikan hasil penelitian agar tidak dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik
responden.
Statistik deskriptif
dapat dilihat dalam Tabel 2 dan hasil pengujian hipotesis dapat dilihat dalam Tabel
3.
Hasil statistik
deskriptif menunjukan bahwa rata-rata responden memberikan nilai pada variabel
profesionalisme sebesar 5,420, pengetahuan akuntan publik sebesar 0,865, etika
profesi sebesar 6,004, pertimbangan tingkat materialitas sebesar 5,327.
Sedangkan untuk deviasi standar profesionalisme sebesar 0,755, pengetahuan
akuntan publik sebesar 0,179, etika profesi sebesar 0,767, pertimbangan tingkat
materialitas sebesar 0,569. Nilai minimum dan nilai maksimum yang diberikan
responden untuk variabel profesionalisme sebesar 3,05 sampai dengan 7,
pengetahuan akuntan publik sebesar 0,24 sampai dengan 1, etika profesi sebesar
3,29 sampai dengan 7, pertimbangan tingkat materialitas sebesar 3,44 sampai
dengan 6,81. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan
uji asumsi klasik untuk menguji pemenuhan syarat regresi. Hasil uji asumsi
klasik menunjukan bahwa semua asumsi terpenuhi yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Selain uji asumsi klasik, model regresi yang diajukan memenuhi kelayakan model
terlihat dari nilai F8,136 sebesar 7,647 dengan p-value 0,000, artinya model
regresi merupakan model yang baik guna dipakai dalam penyederhanaan dunia
nyata. Hasil pengujian hipotesis satu terlihat pada koefisien profesionalisme
yang bernilai positif (0,231) dan signifikan pada p-value di bawah 0,05 (p=0,004)
yang terlihat pada Tabel 3 sehingga hipotesis satu terbukti. Hasil pengujian
hipotesis satu menunjukkan bahwa tingkat profesionalisme berpengaruh secara
positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Terbuktinya hipotesis satu konsisten
dengan hasil penelitian Hastuti dkk. (2003) yang memberikan bukti empiris bahwa
semakin tinggi profesionalisme akuntan public semakin baik pula pertimbangan
tingkat materialitasnya. Hasil pengujian hipotesis dua terlihat pada koefisien
pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan yang bernilai positif
(0,613) dan signifikan pada p-value di bawah 0,05 (p=0,01) yang terlihat pada
Tabel 3 sehingga hipotesis dua terbukti. Hasil pengujian hipotesis dua
menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan akuntan public dalam mendeteksi
kekeliruan berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat
materialitas. Terbuktinya hipotesis dua konsisten dengan hasil penelitian
Noviyani dan Bandi (2002) yang memberikan bukti empiris bahwa semakin tinggi
pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan semakin baik pula pertimbangan
tingkat materialitasnya. Hasil pengujian hipotesis tiga terlihat pada koefisien
etika profesi yang bernilai positif (0,233) dan signifikan pada p-value di
bawah 0,05 (p=0,002) yang terlihat pada Tabel 3 sehingga hipotesis tiga
terbukti. Hasil pengujian hipotesis tiga menunjukkan bahwa etika profesi
berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
Terbuktinya hipotesis tiga konsisten dengan hasil penelitian Agoes (2004) yang
memberikan bukti empiris bahwa semakin tinggi akuntan publik metaati kode etik
semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya. Berdasarkan Tabel 3,
hasil penelitian ini tidak terpengaruh oleh karakteristik dari responden, yaitu
lama kerja dan posisi dalam Kantor Akuntan Publik, tingkat pendidikan, gender
dan umur. Terbuktinya hipotesis satu, dua dan tiga tidak terpengaruh oleh
karakterisitik-karakteristik tersebut.
KESIMPULAN
Hasil penelitian ini
mendukung semua hipotesis dan konsisten dengan penelitian Hastuti dkk. (2003).
Hasil temuan ini mengindikasikan bahwa profesionalisme, pengetahuan auditor dalam
mendeteksi kekeliruan dan etika profesi berpengaruh secara positif terhadap
pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Semakin
tinggi tingkat profesionalisme akuntan publik, pengetahuannya dalam mendeteksi
kekeliruan dan ketaatannya akan kode etik semakin baik pula pertimbangan
tingkat materialitasnya dalam melaksanakan audit laporan keuangan. Hasil
penelitian dapat memberikan kontribusi bagi Kantor Akuntan Publik dalam
meningkatkan kinerja KAP secara keseluruhan dengan meningkatkan profesionalisme
akuntan publik, memberikan pengetahuan yang memadai bagi akuntan publik dalam
mendeteksi kekeliruan dan meningkatkan rasa kepatuhan terhadap etika profesi
dalam setiap pelaksanaan proses audit atas laporan keuangan sehingga dapat
dihasilkan laporan keuangan auditan yang berkualitas. Bagi akuntan publik,
menjadi sumber tambahan informasi bagi pertimbangan tingkat materialitas dalam
melaksanakan audit atas laporan keuangan klien, sehingga dapat meningkatkan
prestasi dan kualitas audit serta dapat menambah pengetahuan serta pengalaman
akuntan publik tersebut dan meningkatkan rasa kepatuhan terhadap etika profesi
sebagai seorang akuntan publik. Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yang
perlu diperhatikan untuk penelitian berikutnya, yaitu penggunaan kuisioner
dalam pengumpulan data mengenai pengaruh profesionalisme, pengetahuan auditor
dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat
materialitas dalam proses audit laporan keuangan mungkin akan berbeda apabila
data diperoleh melalui penyampaian tatap muka langsung terhadap responden. Kedua,
penelitian ini hanya menguji pengaruh profesionalisme, pengetahuan akuntan public
dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat
materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Terakhir, pemilihan sampel
dengan menggunakan teknik convinience sampling karena kemudahan dalam mendapatkan
sampel sehingga kurang merepresentasikan populasi. Selain itu, pemilihan sampel
yang hanya berlokasi di Jakarta mudah dijangkau kemungkinan akan memberikan kesimpulan
yang tidak dapat digeneralisasi untuk lokasi lainnya. Rekomendasi untuk
penelitian selanjutnya adalah (1) menyebarkan kuisioner dengan metoda wawancara
atau terlibat tatap muka langsung dengan responden; (2) variabel penelitian
dapat dikembangkan dengan menambah variabel lain mengenai kualitas audit,
pengalaman akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan untuk menunjukkan apakah
terdapat pengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dan risiko audit
atau bisa melakukan uji beda dengan menggunakan sampel KAP Big Four dan Non Big
Four; dan (3) menambah jumlah sampel dan memperluas lokasi pengambilan sampel
tidak hanya di Jakarta saja.
DAFTAR
PUSTAKA
Agoes, S. (2004).
Auditing, Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor Akuntan Publik. Jakarta: LPFE-UI.
Arens, A.A., RJ. Elder,
M.S. Beasley. (2005). Auditing and Assurance Services, an Intergrated Approach,
Prentice Hall, Pearson.
Fahmi, M. (2000).
Analisis Pengaruh Pengalaman Akuntan pada Pengetahuan dalam Mendeteksi
Kekeliruan. Skripsi. Jakarta: Trisakti School of Management.
Hastuti, T.D., S.L.
Indriarto dan C. Susilawati. (2003). Hubungan antara Profesionalisme dengan
Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan.
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi VI, Oktober, hlm.1206–1220.
Institut Akuntan Publik
Indonesia. (2008). Directory 2008 Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik.
Jakarta.
Lekatompessy, J.E.
(2003). Hubungan Profesionalisme dengan konsekuensinya: Komitmen Organisasional,
Kepuasan Kerja, Prestasi Kerja dan Keinginan Berpindah (Studi Empiris di
Lingkungan Akuntan Publik). Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol.5, No.1, April,
hlm.69–84.
Mulyadi. (2002).
Auditing. Jakarta: Salemba Empat.
Murtanto dan Marini.
(2003). Persepsi Akuntan Pria dan Akuntan Wanita serta Mahasiswa dan Mahasiswi
Akuntansi terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi Akuntan, Prosiding Simposium
Nasional Akuntansi VI, Oktober, hlm.790–805.
Noviyani, P. dan Bandi.
(2002). Pengaruh Pengalaman dan Penelitian terhadapStruktur Pengetahuan Auditor
tentang Kekeliruan. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi V, September,
hlm.481–488.
Sularso, S., dan Ainun
N. (1999). Analisis Pengaruh Pengalaman Akuntan pada Pengetahuan
dan Penggunaan Intuisi dalam
Mendeteksi Kekeliruan. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol.2, No.2, Juli, hlm.154–172.
·
Peneliti
: Arleen Herawaty dan
Yulius Kurnia Susanto
·
Tujuan
Penelitian : Mendapatkan bukti empiris tentang
pengaruh profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi
kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan
publik dalam proses pemeriksaan laporan keuangan
·
Variabel:
Profesionalisme
(X1),Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan (X2), Etika Profesi (X3), Pertimbangan
Materialitas Akuntan Publik (Y)
·
Metode
Penelitian: Metode Regresi berganda.
·
Hasil
: Profesionalisme,
pengetahuan dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi berpengaruh secara
signifikan dan positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan
publik dalam proses pemeriksaan laporan keuangan.
·
Kesimpulan:
Profesionalisme,
pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi berpengaruh
secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit
laporan keuangan.