1.
Pengertian
profesi?
Kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian
tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma – norma sosial
dengan baik.
2.
Ciri
– ciri profesi?
· Adanya
pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan
pengalaman yang bertahun-tahun.
· Adanya
kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku
profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
· Mengabdi
pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan
kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
· Izin
khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan
dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa
keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk
menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
· Kaum
profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
3.
Prinsip
– prinsip etika profesi?
· Pertama,
Prinsip Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah satu prinsip pokok bagi kaum
profesional, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang
bertanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya
dan terhadap hasilnya. Maksudnya, orang yang profesional tidak hanya diharapkan
melainkan juga dari dalam dirinya sendiri menuntut dirinya untuk bekerja sebaik
mungkin dengan standar di atas rata-rata, dengan hasil yang maksimum dan dengan
moto yang terbaik. Ia bertanggung jawab menjalankan pekerjaannya sebaik mungkin
dan dengan hasil yang memuaskan dengan kata lain. Ia sendiri dapat
mempertanggungjawabkan tugas pekerjaannya itu berdasarkan tuntutan
profesionalitasnya baik terhadap orang lain yang terkait langsung dengan
profesinya maupun yang terhadap dirinya sendiri. Kedua, ia juga bertanggung
jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain
khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya. Pada tingkat dimana
profesinya itu membawa kerugian tertentu secara disengaja atau tidak disengaja,
ia harus bertanggung jawab atas hal tersebut, bentuknya bisa macam – macam.
Mengganti kerugian, pengakuan jujur dan tulus secara moral sebagai telah
melakukan kesalahan: mundur dari jabatannya dan sebagainya.
· Prinsip
Kedua, Prinsip Keadilan
Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional
agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak
tertentu, khususnya orang – orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya
demikian pula. Prinsip ini menuntut agar dalam menjalankan profesinya orang
yang profesional tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap siapapun termasuk
orang yang mungkin tidak membayar jasa profesionalnya. Prinsip “siapa yang
datang pertama mendapat pelayanan pertama” merupakan perwujudan sangat konkret
prinsip keadilan dalam arti yang seluas – luasnya .jadi, orang yang profesional
tidak boleh membeda – bedakan pelayanannya dan juga kadar dan mutu pelayanannya
itu jangan sampai terjadi bahwa mutu dan itensitas pelayanannya profesional
dikurangi kepada orang yang miskin hanya karena orang miskin itu tidak membayar
secara memadai. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa kasus yang sering
terjadi di sebuah rumah sakit, yang mana rumah sakit tersebut seringkali
memprioritaskan pelayanan kepada orang yang dianggap mampu untuk membayar
seluruh biaya pengobatan, tetapi mereka melakukan hal sebaliknya kepada orang
miskin yang kurang mampu dalam membayar biaya pengobatan. Penyimpangan seperti
ini sangat tidak sesuai dengan etika profesi, profesional dan profesionalisme,
karena keprofesionalan ditujukan untuk kepentingan orang banyak (melayani
masyarakat) tanpa membedakan status atau tingkat kekayaan orang tersebut.
· Prinsip
Ketiga, Prinsip Otonomi
Ini lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh
kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya
dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan kensekuensi dari hakikat
profesi itu sendiri. Karena, hanya kaum profesional ahli dan terampil dalam
bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam
pelaksanaan profesi tersebut. ini terutama ditujukan kepada pihak pemerintah.
Yaitu, bahwa pemerintah harus menghargai otonomi profesi yang bersangkutan dan
karena itu tidak boleh mencampuri urusan pelaksanaan profesi tersebut. Otonomi
ini juga penting agar kaum profesional itu bisa secara bebas mengembangkan
profesinya, bisa melakukan inovasi, dan kreasi tertentu yang kiranya berguna
bagi perkembangan profesi itu dan kepentingan masyarakat luas. Namun begitu
tetap saja seorang profesional harus diberikan rambu – rambu / peraturan yang
dibuat oleh pemerintah untuk membatasi / meminimalisir adanya pelanggaran yang
dilakukan terhadap etika profesi, dan tentu saja peraturan tersebut ditegakkan
oleh pemerintah tanpa campur tangan langsung terhadap profesi yang dikerjakan
oleh profesional tersebut.
Hanya saja otonomi ini punya batas-batasnya juga.
Pertama, prinsip otonomi dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen profesional
(keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta (dampaknya pada)
kepentingan masyarakat. Jadi, otonomi ini hanya berlaku sejauh disertai dengan
tanggung jawab profesional. Secara khusus, dibatasi oleh tanggung jawab bahwa
orang yang profesional itu, dalam menjalankan profesinya secara otonom, tidak
sampai akan merugikan hak dan kewajiban pihak lain. Kedua, otonomi juga
dibatasi dalam pengertian bahwa kendati pemerintah di tempat pertama menghargai
otonom kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut
campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai merugikan kepentingan
umum. Jadi, otonomi itu hanya berlaku sejauh tidak sampai merugikan kepentingan
bersama. Dengan kata lain, kaum profesional memang otonom dan bebas dalam
menjalankan tugas profesinya asalkan tidak merugikan hak dan kepentingan pihak
tetentu, termasuk kepentingan umum. Sebaliknya, kalau hak dan kepentingan pihak
tertentu dilanggar, maka otonomi profesi tidak lagi berlaku dan karena itu
pemerintah wajib ikut campur tangan dengan menindak pihak yang merugikan pihak
lain tadi. Jadi campur tangan pemerintah disini hanya sebatas pembuatan dan
penegakan etika profesi saja agar tidak merugikan kepentingan umum dan tanpa
mencampuri profesi itu sendiri. Adapun kesimpangsiuran dalam hal campur tangan
pemerintah ini adalah dapat dimisalkan adanya oknum salah seorang pegawai
departemen agama pada profesi penghulu, yang misalnya saja untuk menikahkan
sepasang pengantin dia meminta bayaran jauh lebih besar daripada peraturan yang
telah ditetapkan oleh Pemerintah.
· Prinsip
integritas moral
Berdasarkan hakikat dan ciri – ciri profesi di atas
terlihat jelas bahwa orang yang profesional adalah juga orang yang punya
integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena, ia mempunyai komitmen
pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya dan juga kepentingan
orang lain dan masyarakat. Dengan demikian, sebenarnya prinsip ini merupakan
tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri bahwa dalam menjalankan tugas
profesinya ia tidak akan sampai merusak nama baiknya serta citra dan martabat
profesinya. Maka, ia sendiri akan menuntut dirinya sendiri untuk bertanggung
jawab atas profesinya serta tidak melecehkan nilai yang dijunjung tinggi dan
diperjuangkan profesinya. Karena itu, pertama, ia tidak akan mudah kalah dan
menyerah pada godaan atau bujukan apa pun untuk lari atau melakukan tindakan
yang melanggar niali uang dijunjung tinggi profesinya. Seorang hakim yang punya
integritas moral yang tinggi menuntut dirinya untuk tidak mudah kalah dan
menyerah atas bujukan apa pun untuk memutuskan perkara yang bertentangan dengan
prinsip keadilan sebagai nilai tertinggi yang diperjuangkan profesinya. Ia
tidak akan mudah menyerah terhadap bujukan uang, bahkan terhadap ancaman teror,
fitnah, kekuasaan dan semacamnya demi mempertahankan dan menegakkan keadilan.
Kendati, ia malah sebaliknya malu kalau bertindak tidak sesuai dengan
niali-nilai moral, khususnya nilai yang melekat pada dan diperjuangkan
profesinya. Sikap malu ini terutama diperlihatkan dengan mundur dari jabatan
atau profesinya. Bahkan, ia rela mati hanya demi memepertahankan kebenaran
nilai yang dijunjungnya itu. Dengan kata lain, prinsip integritas moral
menunjukan bahwa orang tersebut punya pendirian yang teguh, khususnya dalam
memperjuangjan nilai yang dianut profesinya. Biasanya hal ini (keteguhan
pendirian) tidak bisa didapat secara langsung oleh pelaku profesi
(profesional), misalnya saja seorang yang baru lulus dari fakultas kedokteran
tidak akan langsung dapat menjalankan seluruh profesi kedokterannya tersebut,
melainkan dengan pengalaman (jam terbang) dokter tersebut dalam melayani
masyarakat.
4.
Sebutkan
prinsip – prinsip umum etika bisnis! Jelaskan!
· Prinsip
Otonomi dalam Etika Bisnis
Prinsip otonomi dalam etika bisnis adalah bahwa
perusahaan secara bebas memiliki kewenangan sesuai dengan bidang yang dilakukan
dan pelaksanaannya sesuai dengan visi dan misi yang dipunyainya. Contoh prinsip
otonomi dalam etika binis : perusahaan tidak tergantung pada pihak lain untuk
mengambil keputusan tetapi perusahaan memiliki kekuasaan tertentu sesuai dengan
misi dan visi yang diambilnya dan tidak bertentangan dengan pihak lain.
Dalam prinsip otonomi etika bisnis lebih diartikan
sebagai kehendak dan rekayasa bertindak secara penuh berdasar pengetahuan dan
keahlian perusahaan dalam usaha untuk mencapai prestasi – prestasi terbaik
sesuai dengan misi, tujuan dan sasaran perusahaan sebagai kelembagaan.
Disamping itu, maksud dan tujuan kelembagaan ini tanpa merugikan pihak lain
atau pihak eksternal.
Dalam pengertian etika bisnis, otonomi bersangkut
paut dengan kebijakan eksekutif perusahaan dalam mengemban misi, visi
perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran, kesejahteraan para pekerjanya
ataupun komunitas yang dihadapinya. Otonomi disini harus mampu mengacu pada
nilai-nilai profesionalisme pengelolaan perusahaan dalam menggunakan sumber
daya ekonomi. Kalau perusahaan telah memiliki misi, visi dan wawasan yang baik
sesuai dengan nilai universal maka perusahaan harus secara bebas dalam arti
keleluasaan dan keluwesan yang melekat pada komitmen tanggung jawab yang tinggi
dalam menjalankan etika bisnis.
Dua perusahaan atau lebih sama – sama berkomitmen
dalam menjalankan etika bisnis, namun masing – masing perusahaan dimungkinkan
menggunakan pendekatan berbeda – beda dalam menjalankannya. Sebab masing – masing
perusahaan dimungkinkan menggunakan pendekatan berbeda-beda dalam
menjalankannya. Sebab masing-masing perusahaan memiliki kondisi karakter
internal dan pendekatan yang berbeda dalam mencapai tujuan, misi dan strategi
meskipun dihadapkan pada kondisi dan karakter eksternal yang sama. Namun masing
– masing perusahaan memiliki otoritas dan otonomi penuh untuk menjalankan etika
bisnis. Oleh karena itu konklusinya dapat diringkaskan bahwa otonomi dalam
menjalankan fungsi bisnis yang berwawasan etika bisnis ini meliputi tindakan
manajerial yang terdiri atas : (1) dalam pengambilan keputusan bisnis, (2)
dalam tanggung jawab kepada : diri sendiri, para pihak yang terkait dan
pihak-pihak masyarakat dalam arti luas.
· Prinsip Kejujuran dalam Etika Bisnis
Prinsip kejujuran dalam etika bisnis merupakan nilai
yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan kinerja perusahaan. Kegiatan
bisnis akan berhasil jika dikelola dengan prinsip kejujuran. Baik terhadap
karyawan, konsumen, para pemasok dan pihak-pihak lain yang terkait dengan
kegiatan bisnis ini. Prinsip yang paling hakiki dalam aplikasi bisnis
berdasarkan kejujuran ini terutama dalam pemakai kejujuran terhadap diri
sendiri. Namun jika prinsip kejujuran terhadap diri sendiri ini mampu
dijalankan oleh setiap manajer atau pengelola perusahaan maka pasti akan terjamin
pengelolaan bisnis yang dijalankan dengan prinsip kejujuran terhadap semua
pihak terkait.
· Prinsip Keadilan dalam Etika Bisnis
Prinsip keadilan yang dipergunakan untuk mengukur
bisnis menggunakan etika bisnis adalah keadilan bagi semua pihak yang terkait
memberikan kontribusi langsung atau tidak langsung terhadap keberhasilan
bisnis. Para pihak ini terklasifikasi ke dalam stakeholder. Oleh karena itu,
semua pihak ini harus mendapat akses positif dan sesuai dengan peran yang
diberikan oleh masing-masing pihak ini pada bisnis. Semua pihak harus mendapat
akses layak dari bisnis. Tolak ukur yang dipakai menentukan atau memberikan
kelayakan ini sesuai dengan ukuran-ukuran umum yang telah diterima oleh
masyarakat bisnis dan umum. Contoh prinsip keadilan dalam etika bisnis : dalam
alokasi sumber daya ekonomi kepada semua pemilik faktor ekonomi. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara memberikan harga yang layak bagi para konsumen,
menyepakati harga yang pantas bagi para pemasok bahan dan alat produksi, mendapatkan
keuntungan yang wajar bagi pemilik perusahaan dan lain – lain.
· Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri dalam
Etika Bisnis
Prinsip hormat pada diri sendiri dalam etika bisnis
merupakan prinsip tindakan yang dampaknya berpulang kembali kepada bisnis itu
sendiri. Dalam aktivitas bisnis tertentu ke masyarakat merupakan cermin diri
bisnis yang bersangkutan. Namun jika bisnis memberikan kontribusi yang
menyenangkan bagi masyarakat, tentu masyarakat memberikan respon sama.
Sebaliknya jika bisnis memberikan image yang tidak menyenangkan maka masyarakat
tentu tidak menyenangi terhadap bisnis yang bersangkutan. Namun jika para
pengelola perusahaan ingin memberikan respek kehormatan terhadap perusahaan,
maka lakukanlah respek tersebut para pihak yang berkepentingan baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Segala aspek aktivitas perusahaan yang dilakukan
oleh semua armada di dalam perusahaan, senantiasa diorientasikan untuk
memberikan respek kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.
Dengan demikian, pasti para pihak ini akan memberikan respek yang sama terhadap
perusahaan. Sebagai contoh prinsip hormat pada diri sendiri dalam etika bisnis
: manajemen perusahaan dengan team work-nya
memiliki falsafah kerja dan berorientasikan para pelanggan akan makin fanatik
terhadap perusahaan. Demikian juga, jika para manajemennya berorientasikan pada
pemberian kepuasan kepada karyawan yang berprestasi karena sepadan dengan
prestasinya maka dapat dipastikan karyawan akan makin loyal terhadap
perusahaan.
5.
Jelaskan
prinsip bisnis dan manajemen Matsushita Inc.!
Pada bulan Juli 1933 Konosuke Matsushita memberi
beberapa prinsip berikut ini yang menjadi pedoman kegiatan sehari – hari dan
menjadi pendorong bagi setiap orang dalam perusahaannya:
· Semangat
pelayanan melalui industri (yang dijalankan perusahaan itu)
· Semangat
fairness
· Semangat
harmoni dan kerjasama
· Semangat
kerja keras untuk maju
· Semangat
hormat dan rendah hati
· Semangat
mengikuti hukum alam
· Semangat
bersyukur
Selain prinsip – prinsip tersebut, Matsushita
percaya bahwa “setiap perusahaan, betapapun kecilnya, harus mempunyai tujuan –
tujuan yang jelas selain mengejar keuntungan. Tujuan – tujuan itulah yang membenarkan
keberadaaannya di tengah kita. Bagi saya, tujuan – tujuan seperti itu merupakan
suatu panggilan, suatu misi sekular bagi dunia ini. Kalau pejabat eksekutuf
utama ialah memiliki nilai ini, ia dapat memberitahukan para pegawainya yang
ingin dicapai oleh perusahaan itu, dan menjelaskan hakikat serta cita –
citanya. Jika para pegawainya memahami bahwa mereka tidak hanya bekerja untuk
sesuap nasi, mereka akan dimotivasi untuk bekerja keras secara bersama demi
mewujudkan tujuan bersama tadi. Dalam proses tersebut mereka akan belajar lebih
dari yang mereka peroleh kalau tujuan mereka hanya dibatasi pada skala upah
saja. Mereka akan mulai tumbuh sebagai manusia, sebagai warga negara, dan
sebagai orang bisnis.
Bagi Matsushita, prinsip yang juga perlu dipegang
adalah bahwa entah Anda berhubungan dengan industri khusus tertentu, sebuah
komunitas atau sebuah bangsa, hal yang paling penting untuk diingat adalah
memperhatikan kebaikan semua pihak hal yang paling penting untuk diingat
setelah memperhatikan kebaikan semua pihak secara keseluruhan. Pada akhirnya
kepentinganmu sendiri paling bisa dijamin kelas kepentingan semua orang
terlayani.
sumber : Untung,
Budi. 2012. Hukum dan Etika Bisnis. CV Andi Offset : Yogyakarta.