Kamis, 21 November 2013

Redenominasi Rupiah di Indonesia

Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Pada waktu terjadi inflasi, jumlah satuan moneter yang sama perlahan-lahan memiliki daya beli yang semakin melemah. Dengan kata lain, harga produk dan jasa harus dituliskan dengan jumlah yang lebih besar. Ketika angka-angka ini semakin membesar, mereka dapat memengaruhi transaksi harian karena risiko dan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh jumlah lembaran uang yang harus dibawa, atau karena psikologi manusia yang tidak efektif menangani perhitungan angka dalam jumlah besar. Pihak yang berwenang dapat memperkecil masalah ini dengan redenominasi: satuan yang baru menggantikan satuan yang lama dengan sejumlah angka tertentu dari satuan yang lama dikonversi menjadi 1 satuan yang baru. Jika alasan redenominasi adalah inflasi, maka rasio konversi dapat lebih besar dari 1, biasanya merupakan bilangan positif kelipatan 10, seperti 10, 100, 1.000, dan seterusnya. Prosedur ini dapat disebut sebagai "penghilangan nol".
Keuntungan Dan Kerugian Redenominasi Rupiah
Sejak isu penyederhanaan nilai rupiah mulai digulirkan sekitar tahun 2010, kini masalah tersebut semakin banyak dibicarakan dalam diskusi-diskusi nasional dan seminar-seminar di kampus. Media massa pun kian sering mengangkat topik ini dalam berita-berita utamanya. Ada pihak yang pro, dan ada juga yang tidak setuju. Ya, istilah kata redenominasi semakin akrab di kalangan masyarakat awam.
Istilah Redenominasi Rupiah adalah pemotongan nilai mata uang rupiah menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya terhadap suatu barang. Atau dengan kata lain, redenominasi merupakan proses penyederhanaan penyebutan satuan harga dan nilai. Dalam redenominasi, biasanya melakukan penyederhanaan dengan menghilangkan dua atau tiga digit angka terakhir, misalnya Rp 1.000,- menjadi  Rp 1,-. Jika disetujui, maka pemerintah (Bank Indoneisa) akan mengeluarkan uang baru dengan angka yang lebih kecil, misalnya lembaran uang kertas baru Rp 1 yang nilainya sama dengan uang kertas lama Rp 1.000. Jika dibelanjakan di warung, sama-sama dapat membeli satu bungkus kerupuk. Kemudian, perlahan-lahan uang lama akan ditarik peredarannya di masyarakat.
Satu hal yang unik dari mata uang rupiah adalah saat ini mempunyai nilai pecahan terbesar ke dua di dunia. Pecahan uang kertas Rp 100.000 merupakan pecahan uang terbesar ke dua setelah uang kertas 500.000 Dong milik negara Vietnam. Di mata internasional, mata uang rupiah digolongkan sebagai salah satu uang sampah dunia (garbage money) karena nilai tukarnya terhadap dollar Amerika sangat lemah (dianggap tidak bernilai). Satu dollar Amerika setara dengan 9.000an rupiah. Negara-negara yang lain yang juga serupa dengan uang Indonesia adalah Vietnam ($1 setara dengan 19.000an Dong); Iran ($1 sama dengan 10.000an Rial); Laos ($1 sama dengan 8.000an Kip); Paraguay ($1 nilainya 4.500an Guarani). Besarnya nilai-nilai pecahan uang rupiah pernah dibahas dalam serial kartun milik Malaysia, Upin Ipin. Saat itu tokoh Susanti yang baru hijrah ke Malaysia berbelanja dengan uang pecahan 10.000 rupiah. Kemudian tokoh Mail bingung bagaimana mengembalikan uang kembaliannya karena mengira nilainya sangat besar. 
Dalam dunia akutansi dan perbankan, penyederhanaan nilai rupiah (redenominasi) akan menjadikan proses perhitungan dan akutansi lebih sederhana dan mudah karena tidak lagi terlibat dengan angka-angka yang besar. Pakai kalkulator pun akan lebih santai. Mahasiswa jurusan ekonomi akutansi juga tidak terlalu rumit dan mumet dalam belajarnya.
Ketika pertama kali isu ini dihembuskan, banyak kalangan yang tidak setuju dengan rencana kebijakan redenominasi tersebut, terutama masyarakat kecil dan pedagang pasar tradisional yang kenyataannya mereka merupakan pihak yang sering memakai uang rupiah terkecil dalam proses transaksi. Misalnya harga suatu barang Rp 1.350 akan menjadi Rp 1,35 tentu malah membuat mereka semakin bingung. Selain itu, mereka mungkin masih trauma dan takut terhadap kejadian senering pada masa pemerintahan Ir. Soekarno tahun 1959. Kala itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan pemotongan nilai uang terutama uang macan Rp 500 menjadi Rp 50 dan uang gajah Rp 1000 menjadi Rp 100, sehingga hal tersebut membuat situasi perekonomian masyarakat kacau balau, banyak orang yang kaya menjadi miskin mendadak karena menyimpan uang pecahan tersebut, terutama yang telat mengetahui kebijakan senering tersebut. Senering tentu berbeda dengan Redenominasi.
Untuk menyukseskan kebijakan ini, pemerintah harus melakukan sosialisasi yang bagus terutama kepada masyarakat kelas menengah kebawah, selain itu pemerintah hendaknya mengeluarkan pecahan uang yang berbahan bagus dan bernilai prestisius agar membuat masyarakat mencintai dan bangga dengan produk uang baru tersebut. Nah, sesuai dengan judul artikel ini, maka dapat dijabarkan beberapa keuntungan dan kerugian redenominasi, yaitu :

Keuntungan
·     Memudahkan perhitungan (sederhana)
·     Mengangkat citra rupiah di mata internasional
·    Untuk mengatasi ketidak efesiensian pembangunan infrastruktur cara transaksi non-tunai (ATM, online banking, dsb).

Kerugian
·         Tidak memberikan dampak positif terhadap perekonomian secara langsung
·         Mungkin akan sedikit memberikan kebingungan di beberapa masyarakat.
·         Masyarakat harus beradaptasi dengan nilai pecahan uang baru tersebut.

Tidak ada komentar: